Transplantasi Organ Tubuh Babi ke Manusia, Bolehkah?

Hukum dasar transplantasi organ babi ke manusia tidak diperbolehkan

Hukum dasar transplantasi organ babi ke manusia tidak diperbolehkan. Ilustrasi
Rep: Umar Mukhtar Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Perkembangan dunia medis semakin pesat. Ini juga menuntut respons terkait dengan jawaban hukum Islam mengenai pengobatan tertentu. Salah satunya adalah teknik pengobatan dengan transpalant

Baca Juga


Profesor fiqih Universitas Al-Azhar Mesir yang juga anggota Fatwa Utama di Universitas tersebut, Syekh Attiyah Lashin, menyampaikan penjelasan tentang hukum mentransplantasi organ tubuh babi ke manusia. 

Dia mengatakan, memindahkan organ tubuh babi ke manusia adalah haram. Kaidah umum di Universitas Al-Azhar pun menyebutkan bahwa haram mentransplantasi organ tubuh babi ke manusia. 

Namun, Syekh Attiyah mengingatkan, ada kondisi di mana transplantasi organ tubuh babi ke manusia menjadi boleh. 

"Berdasarkan fatwa Al-Azhar, dibolehkannya transplantasi organ          tubuh babi ke manusia adalah karena darurat. Aspek kedaruratan ini terpenuhi ketika para dokter sepakat bahwa tidak ada obat yang halal dan tersedia kecuali dengan transplantasi organ tubuh babi ke manusia," kata dia. 

Karena itu, transplantasi organ tubuh babi ke manusia menjadi boleh jika memang menjadi satu-satunya jalan dalam pengobatan.

Persoalan boleh-tidaknya transplantasi organ tubuh babi ke manusia ini muncul setelah sekelompok ahli bedah Amerika Serikat di New York berhasil mentransplantasikan ginjal babi ke pasien manusia awal bulan ini. Ahli bedah memanfaatkan sumber terbaru organ yang persediaannya terbatas. 

Persoalan tersebut pun sampai lembaga keagamaan terkemuka di Mesir, Al-Azhar. Universitas ini mengakhiri perdebatan soal transplantasi ginjal babi ke manusia dengan mengeluarkan fatwa yang mengizinkan transplantasi ginjal babi ke dalam tubuh manusia hanya dalam kondisi tertentu 

Fatwa mengatakan jika penggunaan organ adalah untuk menyelamatkan nyawa, maka diperbolehkan. Pengecualian biasanya dapat dibuat untuk aturan agama untuk menyelamatkan nyawa atau untuk kebutuhan lainnya. Alquran sangat menekankan penyelamatan nyawa manusia. Hal itu tercantum dalam surat Al Maidah ayat 32.

مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ أَنَّهُۥ مَن قَتَلَ نَفْسًۢا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِى ٱلْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحْيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَآءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِٱلْبَيِّنَٰتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِى ٱلْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

"Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi."

 

Sumber: elbalad

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler