Menjadi Guru Ikhlas, Mungkinkah?

Tetaplah menjadi guru yang bertanggungjawab mengawal generasi penerus yang berkualitas.

Menjadi Guru Ikhlas, Mungkinkah?
Rep: Rurin Elfi Farida, SHI., M. Pd. I, M. Pd Red: Retizen

Menyikapi kondisi learningloss di tengah pandemi sungguh membuat nyeri di ulu hati. PTM yang berjalan beberapa waktu ini, sedikit banyak memberikan banyak nilai positif bagi penanganan learningloss. Namun, meski demikian masih banyak hal yang harus diperbaiki demi kebaikan.


Mengajar langsung di hari pertama, hal pertama yang menjadi hasil analisis sementara bahwa hal pertama yang mengalami penurunan akut adalah semangat belajar. Anak-anak yang besar di rahim pandemi menjadi anak-anak dengan semangat belajar yang rendah. Bisa jadi karena kondisi dan situasi belajar yang tentu sangat tidak mendukung yang menjadi pemicu dan pemacu menurunnya semangat belajar.

Sangat tidak mudah menumbuhkan semangat belajar di iklim pembelajaran yang tidak mendukung. Kontradiksi aturan untuk menghindari gadget dan di sisi lain harus digunakan sebagai perangkat wajib dalam pembelajaran menjadi hal urgen yang harus disikapi dengan bijaksana. Tidak diragukan bahwa pengaruh buruk gadget menjadi faktor utama penyebab learningloss. Kecanduan akut menyebabkan anak sama sekali tidak tertarik dengan nilai ataupun prestasi belajarnya.

Parahnya, sangat sulit mengembalikan kesadaran belajar yang tumbuh dari diri sendiri. Guru harus belajar ikhlas untuk menumbuhkan kembali semangat belajar yang kian surut. Memang harus pelahan dan benar-benar sabar. Kecenderungan tak suka diceramahi dan tak mau dilarang, menjadi faktor utama gagalnya misi guru untuk menumbuhkan kembali semangat belajar dan berprestasi. Maka, guru harus menyelipkan nasihat dalam bentuk ajakan halus yang dibingkai dalam humor nasihat justru lebih mengena. Tentu saja, hal lainnya adalah meningkatkan kreatifitas dalam model pembelajaran. Sungguh, tak mudah menjadi guru di masa pandemi ini, jika tidak menanmkan keikhlasan di awal perjalanan pembelajaran.

Step by step, tetaplah menjadi guru yang bertanggungjawab mengawal generasi penerus yang berkualitas. Tak hanya kualitas keilmuan, tapi yang lebih penting adalah generasi berakhlak mulia yang menyelamatkan harkat kemanusiaan. Bersikap, berbuat dan beramal dengan standar kebaikan dan kemuliaan manusia.

sumber : https://retizen.id/posts/16702/menjadi-guru-ikhlas
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke retizen@rol.republika.co.id.
Berita Terpopuler