Debat Belarusia Vs Uni Eropa Meruncing, Migran Jadi Korban

Belarusia dan Uni Eropa belum mencapai kata sepakat dalam menyelesaikan krisis migran

AP/Oksana Manchuk/BelTA
Migran dari Timur Tengah dan tempat lain di depan prajurit Belarusia saat mereka berkumpul di perbatasan Belarusia-Polandia dekat Grodno, Belarus, 14 November 2021.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, MINSK -- Presiden Belarusia Alexander Lukashenko menanti jawaban dari Uni Eropa apakah mereka akan menerima 2.000 migran yang berada di perbatasan Belarusia-Polandia. Lukashenko tidak menginginkan konfrontasi dengan Polandia dan meningkatkan ketegangan.

"Kita harus menunjukkan kepada mereka bahwa kita bukan orang barbar, bahwa kita tidak menginginkan konfrontasi. Kami tidak membutuhkannya. Karena kami mengerti bahwa jika kami melangkah terlalu jauh, perang tidak dapat dihindari dan itu akan menjadi bencana. Kami memahami ini dengan sangat baik. Kami tidak ingin ada gejolak apa pun," ujar Lukashenko.

Lukashenko juga mengatakan dia bersikeras Jerman menerima beberapa migran. Menurutnya Uni Eropa tidak melakukan kontak dengan Minsk mengenai masalah ini.

Pemerintah Eropa telah menuduh Belarusia menciptakan krisis dengan membawa orang-orang dari Timur Tengah ke perbatasan. Eropa menuding Belarusia mengumbar janji manis kepada para migran bahwa mereka dapat menyeberang ke Eropa dengan mudah melalui Polandia, Lithuania, dan Latvia.

Belarusia telah membantah klaim tersebut. Sebaliknya, Belarus mengkritik Uni Eropa karena menutup perbatasannya.

Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki pada Ahad (22/11) memperingatkan krisis migran di perbatasan Belarusia merupakan awal dari sesuatu yang jauh lebih buruk. Penjaga perbatasan Polandia mengatakan pasukan Belarusia masih mengangkut migran ke perbatasan. Seorang ilmuwan politik dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Vladimir Sotnikov, menyebut solusi potensial untuk situasi krisis migran adalah Uni Eropa melakukan kompromi.

"Mungkin, (sebuah) solusi bisa (untuk) Uni Eropa menerima (Alexander) Lukashenko sebagai presiden (Belarusia) yang sah dan kemudian Lukashenko dapat memulai negosiasi dengan UE untuk meredakan krisis dan berkompromi," kata Sotnikov dilansir Aljazirah.

Belarusia pada Kamis (18/11) telah membersihkan tenda utama di perbatasan dan menerbangkan repatriasi atau pemulangan pertama para migran ke Irak. Kelompok-kelompok bantuan mengatakan setidaknya 11 pencari suaka dan pengungsi telah tewas di kedua sisi perbatasan sejak krisis dimulai awal tahun ini. Mereka meyakini jumlah pengungsi yang tewas sebenarnya lebih tinggi.

Kelompok hak asasi manusia mengatakan Polandia telah memperburuk penderitaan dengan mengirim kembali para migran yang mencoba menyeberang. Polandia mengatakan mereka perlu menghentikan gelombang migran yang datang. Sementara Minsk yang didukung oleh Rusia, menuduh pasukan keamanan Polandia melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, karena memukul mundur orang-orang yang mencoba memasuki Uni Eropa.

Baca Juga


Lukashenko dan sekutu utamanya, Presiden Rusia Vladimir Putin, berbicara melalui telepon pada Jumat. Mereka menekankan pentingnya pembentukan kerja sama antara Minsk dan Uni Eropa untuk menyelesaikan masalah. Ukraina, yang berbatasan dengan Belarus dan Polandia, sedang bersiap secara sistematis dan menyeluruh jika krisis bergeser ke wilayahnya.

"Kami tidak mengesampingkan kemungkinan Rusia akan memutuskan untuk secara sengaja mengirim sejumlah besar migran ilegal melalui Belarus ke wilayah kami,” kata Menteri Dalam Negeri Ukraina Denys Monastyrsky.

Denys menuturkan situasi di perbatasan Ukraina saat ini terkendali. Namun dia memperingatkan para migran yang memutuskan untuk menyeberang akan dipukul mundur dengan segala cara yang diperlukan, termasuk menggunakan senjata api. Pada Jumat (19/11), Menteri Pertahanan Polandia Mariusz Blaszczak mengatakan Polandia menerima proposal Estonia yang akan mengirim 100 tentara ke perbatasan.

Para migran dari kamp-kamp di sisi Belarusia dibawa ke sebuah gudang besar yang penuh sesak dan wartawan diizinkan untuk mewawancarai mereka. Di gudang tersebut, anak-anak berlarian dan para pria bermain kartu.
 
"Ini bukan kehidupan dan tidak permanen. Ini seharusnya hanya sementara sampai mereka memutuskan takdir kita; membawa kita ke Eropa atau membawa kita kembali ke negara kita," kata seorang tukang listrik berusia 23 tahun Mohammed Noor kepada kantor berita Reuters.

"Apa yang saya inginkan untuk diri saya sendiri, saya juga berharap untuk orang lain, yaitu pergi ke Eropa dan menjalani kehidupan yang stabil," kata Noor.

Di sebuah rumah sakit di Bielsk Podlaski, di sisi Polandia, dua migran yang ditangkap setelah menyeberang diberi perawatan sebelum dibawa pergi oleh penjaga perbatasan Polandia. Salah satu pasien yaitu Mansour Nassar (42 tahun), ayah enam anak dari Aleppo, Suriah telah melakukan perjalanan ke Belarusia dari Lebanon. Dia menggambarkan cobaan beratnya selama lima hari di hutan.

"Tentara Belarusia memberi tahu kami: 'Jika Anda kembali, kami akan membunuh Anda'," kata Nassar sambil menangis di ranjang rumah sakit.  “Kami minum dari air kolam. Orang-orang kami selalu tertindas," ujarnya

Seorang dokter pengungsi Suriah yang tinggal di Polandia, Kassam Shahadah, mengatakan pasien takut dipaksa kembali ke Belarusia. “Apa yang telah mereka lihat, apa yang telah mereka jalani di sisi itu adalah mimpi buruk bagi mereka,” katanya.

Komisioner hak asasi manusia Dewan Eropa Dunja Mijatovic menyebut situasi kemanusiaan di sepanjang perbatasan sangat mengkhawatirkan. Dia menuntut agar gelombang migran di perbatasan Polandia dan Belarusia dihentikan.

"Saya secara pribadi telah mendengarkan kisah mengerikan tentang penderitaan ekstrem dari orang-orang yang putus asa, mereka menghabiskan berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan dalam kondisi yang ekstrem di hutan yang dingin dan basah," kata Mijatovic.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler