Moderna: Vaksin yang Ada Kurang Efektif Tangkal Omicron

CEO Moderna menyebut vaksin Covid-19 tak semanjur saat menghadapi delta.

Wihdan Hidayat / Republika
Vaksin Covid-19 Moderna. CEO Moderna menyebut vaksin Covid-19 yang ada saat ini kurang efektif dalam menangkal varian omicron.
Rep: Rizky Jaramaya, Kamran Dikarma Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- CEO Moderna Stephane Bancel mengatakan, vaksin Covid-19 yang beredar saat ini kurang efektif dalam menangkal varian omicron. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa resistensi terhadap vaksin dapat menyebabkan lebih banyak orang terserang penyakit dan membutuhkan rawat inap hingga memperpanjang pandemi.

"Saya pikir, tidak ada di dunia ini, di mana (efektivitas vaksin) berada pada level yang sama dengan (sewaktu kita menghadapi) delta. Saya pikir akan terjadi penurunan kemanjuran, saya tidak tahu berapa banyak, karena kita perlu menunggu datanya. Tetapi semua ilmuwan yang saya ajak bicara mengatakan, "ini tidak akan baik-baik saja"," kata Bancel.  
 
Akhir pekan lalu, Moderna Chief Medical Officer Paul Burton mengungkapkan kekhawatirannya bahwa varian omicron mungkin dapat menghindari perlindungan yang diberikan vaksin.
Baca Juga



"Dalam beberapa pekan ke depan, kita akan tahu tentang kemampuan vaksin yang ada saat ini untuk memberikan perlindungan," kata Burton saat memberikan pendapatnya perihal varian Omicron dalam acara Andrew Marr Show di BBC pada Ahad (28/11).

Jika vaksin yang ada saat ini memang tak efektif menghadapi omicron, maka diperlukan vaksin baru. Burton menyebut, kemungkinan vaksin termutakhir baru ditemukan tahun depan.

"Jika kita harus membuat vaksin baru, saya pikir itu akan pada awal 2022, sebelum nantinya tersedia dalam jumlah besar," ucap Burton.

Burton pun cukup yakin Moderna dapat memformulasikan dan menyediakan vaksin tersebut. Menurutnya, dengan platform mRNA, Moderna dapat bergerak sangat cepat dalam mengembangkan vaksin.

 

 

 

 

Hanya saja, sebelum vaksin untuk omicron tersedia, Burton menganjurkan orang-orang untuk divaksinasi menggunakan salah satu vaksin yang saat ini sudah tersedia. Ia menyebut, perlindungan harus tetap ada dan kemanjurannya tergantung berapa lama seseorang divaksinasi.
 
Sementara itu, perusahaan bioteknologi asal Jerman, BioNTech, mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengembangkan vaksin yang spesifik untuk melawan varian omicron. Namun, belum diungkap apakah mereka akan memformulasikan ulang vaksinnya yang telah dikembangkan bersama perusahaan farmasi asal Amerika Serikat (AS), Pfizer.

"Pengembangan vaksin yang diadaptasi adalah bagian dari prosedur standar perusahaan untuk varian baru (Covid-19)," kata BioNTech dalam sebuah pernyataan pada Senin (29/11).
 
Munculnya varian omicron telah memicu alarm global. Sejumlah negara telah menerapkan larangan penerbangan dari beberapa negara Afrika, yang menjadi pusat penyebaran varian baru tersebut. Penutupan ini membayangi pemulihan ekonomi yang baru bergulir sejak pandemi dua tahun lalu.
 
Ketakutan varian baru telah mendorong negara-negara di seluruh dunia untuk bergerak cepat memperketat kontrol perbatasan. Mereka mencegah terulangnya pembatasan ketat tahun lalu dan penurunan ekonomi yang tajam.

Sebaran omicron
Otoritas Hong Kong telah memperluas larangan masuk bagi non-warga negara dari beberapa negara Afrika, seperti Angola, Ethiopia, Nigeria, dan Zambia mulai 30 November. Selain itu, non-penduduk yang telah bepergian ke Austria, Australia, Belgia, Kanada, Republik Ceska, Denmark, Jerman, Israel, dan Italia dalam 21 hari terakhir tidak akan diizinkan masuk mulai 2 Desember.
 
Di Australia, lima pelancong dinyatakan positif omicron. Mereka saat ini sedang menjalani karantina. Para pejabat mengatakan bahwa mereka tidak menunjukkan gejala atau menunjukkan gejala yang sangat ringan.
 

Kementerian Kesehatan Singapura mengatakan, dua pelancong dari Johannesburg, Afrika Selatan yang positif Covid-19 varian omicron di Sydney, Australia sempat transit di bandara Changi, Singapura. Australia menunda pembukaan kembali perbatasan negara untuk pelajar internasional dan migran terampil.

 
"Kami melakukan ini karena sangat berhati-hati, tetapi pandangan kami bahwa (omicron) adalah varian yang dapat dikelola," kata Menteri Kesehatan Federal Australia Greg Hunt.
 
Varian omricon pertama kali dilaporkan pada 24 November di Afrika Selatan. Kini, omicron telah menyebar ke puluhan negara.
 
WHO telah mendesak negara-negara untuk menggunakan pendekatan berbasis risiko dalam menyesuaikan langkah-langkah perjalanan internasional. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, rakyat Afrika tidak dapat disalahkan atas munculnya varian baru dan rendahnya tingkat vaksinasi.
 
"Rakyat Afrika tidak dapat disalahkan atas rendahnya tingkat vaksinasi yang tersedia di Afrika, dan mereka tidak boleh dihukum karena mengidentifikasi dan berbagi informasi ilmu pengetahuan dan kesehatan yang penting dengan dunia," kata Guterres.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler