BMKG: Hampir Seluruh Pantai di Indonesia Rawan Tsunami

Bencana tsunami di Indonesia kerap disertai bencana lainnya.

Republika/Prayogi
Suasana dampak kerusakan pasca bencana Tsunami di Kawasan Tanjung Lesung, Banten, Selasa (25/12).
Rep: Febryan A Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan, hampir seluruh pantai di Indonesia rawan dilanda tsunami. Hal itu diketahui dengan mengacu pada peta bencana tsunami sejak tahun 1600 - 2021.

Dalam periode tersebut, kata Dwikorita, terjadi 246 kali tsunami. Sebanyak 135 di antaranya terjadi dalam periode 1900-2021.

"Wilayah terdamapknya hampir seluruh pantai di Indonesia," kata dia dalam webinar bertajuk 'Membangun Ketangguhan Wilayah dan Komunitas Pesisir di Masa Turbulen', Kamis (2/12).

Dwikora memerinci, wilayah terdampak tsunami sejak tahun 1600 itu adalah daerah pesisir Samudera Hindia, Samudera Pasifik, Laut Banda, dan Laut Arafura. "Di Sulawesi itu seluruh pantainya rawan tsunami," ujarnya.

Dalam pemaparannya, Dwikora menampilkan berkas presentasi berjudul 'Kerawanan Tsunami di Indonesia'. Jika diperhatikan, daerah pesisir yang tak terdampak tsunami hanya sebagian pantai timur pulau Sumatra, sebagian pantai utara Pulau Jawa, dan pantai barat serta selatan Pulau Kalimantan.

Dwikorita menambahkan, bencana tsunami di Indonesia juga kerap disertai bencana lainnya. Tsunami di Palu pada 2018, misalnya. Selain dihantam gelombang laut dahsyat, bencana itu didahului oleh gempa, lalu disusul bencana likuifikasi atau tanah bergerak.

Lantaran kerawanan tsunami itu lah, kata Dwikorita, pihaknya terus meningkatkan observasi data, teknologi, SDM, serta kerja sama berbagi data dengan lembaga internasional. Tapi semua itu tak cukup untuk menyelamatkan seluruh warga pesisir ketika tsunami datang

"Masih perlu adanya peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat. Sebab, mau teknologi semaju apapun, kalau masyarakat di pantai itu tidak paham atau kurang mengerti cara merespons, dan tidak terampil melakukan evakuasi secara mandiri maupun kolektif, (maka) pengembangan teknologi itu jadi sia-sia," ujarnya.

Solusinya, kata dia, harus dilakukan kerja lintas lembaga dan lintas disiplin ilmu. Salah satu yang perlu menjadi sorotan adalah cara menyampaikan peringatan bencana secara sederhana kepada masyarakat.

---
Febryan. A


Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler