Usai Ditolak, Putra Qadafi Kembali Jadi Kandidat Presiden
Pengadilan Libya mengizinkan Saif al-Islam Qadafi mencalonkan diri sebagai presiden
REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Pengadilan Libya pada Kamis (2/12) mengizinkan Saif al-Islam Qadafi untuk mencalonkan diri sebagai presiden. Putra mendiang penguasa Libya Muammar Qadafi tersebut kembali ke kontes pemilihan presiden setelah pengadilan menerima bandingnya.
"Pengadilan Banding Sabha menerima banding yang diajukan oleh Saif al-Islam Qadafi dan dia kembali ke pemilihan presiden," ujar laporan televisi swasta Libya, al-Ahrar.
Keputusan itu muncul setelah seorang milisi yang berafiliasi dengan panglima perang Khalifa Haftar mundur dari Pengadilan Sabha. Milisi tersebut mundur setelah ditahan selama dua hari.
Milisi yang berafiliasi dengan Haftar tersebut mencegah hakim untuk melihat banding Saif al-Islam sehingga dia dikeluarkan dari pencalonan presiden. Misi PBB di Libya mengancam akan menjatuhkan sanksi Dewan Keamanan terhadap mereka yang menghalangi keadilan dan sistem pemilihan.
Dilansir Anadolu Agency pada Jumat (3/12), para pengamat meyakini kembalinya Saif al-Islam ke panggung politik menimbulkan ancaman bagi pencalonan Haftar yang bergantung pada dukungan dari loyalis Muammar Qadafi. Pemilihan presiden dan parlemen Libya akan berlangsung pada 24 Desember di bawah kesepakatan yang disponsori PBB.
Kesepakatan dicapai oleh para faksi politik Libya yang berkonflik dalam pertemuan di Tunisia November lalu. Rakyat Libya berharap pemilu dapat berkontribusi dalam mengakhiri konflik bersenjata yang telah melanda Libya selama bertahun-tahun.
Komisi pemilihan umum mengeluarkan Saif al-Islam dari kandidat presiden berdasarkan pada tuduhan melakukan kejahatan perang selama pertempuran yang menggulingkan mendiang ayahnya di 2011. Ketika itu, sebuah kelompok bersenjata Libya menangkap Saif al-Islam. Dia dijebloskan di penjara di kota Alzintan, Libya barat.
Saif al-Islam kemudian diadili di depan pengadilan Libya. Pada tahun yang sama, Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Saif al-Islam atas tuduhan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan di Libya.
Pada 2015, Saif al-Islam menghadapi hukuman mati karena melakukan kejahatan perang secara berlebihan sambil menekan revolusi melawan pemerintahan ayahnya. Akan tetapi hukuman itu tidak dieksekusi.
Sebelumnya, juru bicara Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Fadi al-Abdullah mengatakan surat perintah penangkapan terhadap Saif al-Islam masih berlaku. “Surat perintah penangkapan ICC tetap berlaku dan tidak berubah. ICC tidak mengomentari masalah politik,” ujar al-Abdullah.
Saif al-Islam adalah salah satu tokoh paling menonjol yang mencalonkan diri sebagai presiden. Dia akan bersaing dengan panglima perang Haftar, Perdana Menteri Abdul Hamid Dbeibah, dan ketua parlemen Aguila Saleh.