Ilmuwan Muslim Jabir al-Battani, Ptolemeus dari Arab 

Al-Battani hidup di zaman keemasan ilmu pengetahuan, yaitu era Abbasiyah.

Mgrol120
Ilmuwan Muslim Jabir al-Battani, Ptolemeus dari Arab . Ilustrasi Ilmuwan Muslim
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arwin Juli Rakhmadi Butar-Butar, Dosen FAI UMSU dan Kepala Observatorium Ilmu Falak Universitas Muhammadiyah Sumatra Utara

Baca Juga


 Al-Battani dikenal sebagai seorang astronom, arsitek, geografer, dan matematikawan Arab terhebat di zamannya. Ia terhitung sebagai generasi penerus astronom Muslim Al-Farghānī (abad 4/10) yang mengembangkan telaah astronomi melalui observasi ilmiah dan perangkat ilmu trigonometri.

Di Barat, Al-Battani dikenal dengan ‘Albategnius’ atau ‘Albategni.’ Ia juga diberi gelar kehormatan dengan “Ptolemeus Arab” oleh karena penguasaan dan kritiknya atas karya-karya Ptolemeus, khususnya Almagest. Dan karena kemasyhurannya, nama ‘Al-Battani’ diabadikan sebagai salah satu nama kawah di bulan.

Al-Battani berasal dari komunitas yang bermukim di sepanjang sungai Eufrat. Ia berasal dari nenek moyang penganut Sabean yang melakukan ritual penyembahan terhadap bintang-bintang.

Namun, ia tak mengikuti jejak nenek moyangnya, karena ia lebih memilih memeluk Islam. Nama lengkapnya Abū Abdillah Muhammad bin Jābir bin Sinān al-Harrānī ar-Raqqī ash-Shabī’ al-Battānī. Ia lebih dikenal dengan Al-Battani, nisbah kepada tempat ia dilahirkan, yaitu Battān yang berdekatan dengan Harran, Irak.

Al-Harrānī adalah wilayah antara sungai Degla dan sungai Eufrat. Sedankan ar-Raqqī adalah nisbah kepada tempat ia melakukan observasi benda-benda langit, yaitu Raqqa yang terletak di dekat sungai Eufrat.

 

Sejak muda Al-Battani memiliki ketertarikan terhadap benda-benda langit yang membuatnya kemudian menekuni astronomi. Pada saat mencapai usia kematangannya, Al-Battani tidak hanya menguasai astronomi, namun juga mahir dalam bidang matematika, geografi, dan arsitektur.

Kemampuan Al-Battani terlihat dari kepiawaiannya dalam mengontruksi sejumlah perangkat alat astronomi. Berbagai literatur sejarah dan bibliografi tidak banyak menyebutkan mengenai guru-guru Al-Battani.

Secara informal agaknya Al-Battani mendapat pendidikan dan pengajaran dari ayahnya yang juga seorang ilmuwan bernama Jabir bin Sanan Al-Battani. Menurut para peneliti, Al-Battani sangat terpengaruh oleh karya dan pemikiran pendahulunya, khususnya Ptolemeus dalam Almagest.

Namun, pengaruh itu tidak lantas menjadikan Al-Battani taklid dengan apa yang dirumuskan Ptolemeus. Al-Battani terlebih dahulu meneliti secara cermat, kemudian mengkritisinya, dan selanjutnya melakukan koreksi.

Al-Battani hidup di zaman keemasan ilmu pengetahuan, yaitu era Abbasiyah. Pada tahun 786 M, di zaman Harun al-Rasyid, telah dibangun sejumlah istana di Raqqa yang mana kota ini menjadi pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan perdagangan.

Di zaman ini telah berdiri observatorium di Baghdad yang dibangun atas prakarsa Al-Ma’mun yang dipimpin oleh Sind bin Ali. Menurut Al-Shālihī, di zaman Al-Battānī ada banyak ilmuwan yang piawai dalam bidang sains khususnya dalam teknik pembuatan alat astronomi bernama astrolabe.

 

Sejarah juga mencatat Al-Battānī hidup sezaman dengan dua tokoh astronomi terkenal, Ali bin Isa al-Usthurlābī dan Yahyā bin Abi Manshūr. Diduga Al-Battānī berguru kepada dua tokoh ini terutama sekali Ali bin Isa al-Usthurlābī yang berasal dari Harrān. Ada kemungkinan juga Al-Battānī berguru kepada murid-murid dua tokoh ini.

Membangun Observatorium

Tatkala di Raqqa, Al-Battānī mendirikan sebuah observatorium astronomi bernama ‘Observatorium Al-Battānī’ (Marshad al-Battanī). Pendirian observatorium ini dilatari oleh karena Al-Battānī memandang bahwa pengetahuan tak cukup dengan hanya memadakan pada teori, namun perlu aplikasi praktis dari teori tersebut.

An-Nadim–penulis bibliografi al-Fihrist–menuturkan Al-Battānī mulai melakukan kegiatan observasi di kota Raqqa sejak tahun 264/878 sampai 306/918. Pencapaian terbaik Al-Battānī di observatorium ini adalah sebuah karya bertitel Zij al-Shabī’ (Tabel Astronomi Sabean), sebuah ensiklopedia berisi uraian-uraian astronomis yang dilengkapi dengan tabel-tabel dan juga memuat hasil-hasil observasi yang pernah dilakukannya.

Lalande, astronom dan penulis asal Perancis, yang telah menelaah beberapa karya Al-Battānī, menempatkan nama Al-Battānī sebagai 20 astronom populer di dunia. Sementara Sarton, penulis buku Introduction to the History of Science, seperti dikutip Al-Syanwanī, memposisikan Al-Battānī sebagai ilmuwan Islam dan astronom terhebat di zamannya.

Nasr menuturkan bahwa Al-Battānī sebagai astronom Muslim terbesar yang menguasai tradisi astronomi Yunani yang dikembangkan Ptolemeu. Oleh karena penguasaannya terhadap karya dan pemikiran Ptolemeus ini Al-Battānī digelari “Ptolemeus Arab.”

Tidak diragukan bahwa Al-Battānī adalah tokoh astronomi spektakuler di zamannya. Segenap karya dan pemikirannya di bidang ini sejatinya memberi banyak inspirasi dan informasi bagi perkembangan astronomi modern, bahkan sains modern secara umum. Berbagai apresiasi dan pujian yang disematkan oleh para ahli dan sejarawan kontemporer sekali lagi menunjukkan urgensi dan kualitas seorang Al-Battānī di kancah ilmu pengetahuan.

Sumber: Majalah SM Edisi 24 Tahun 2017

Link artikel asli

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler