Upaya Optimalisasi Kawasan Industri Halal
Sebenarnya sudah banyak insentif yang diberikan untuk KIH, tapi perlu sosialisasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerapan berbagai insentif dapat mengoptimalkan Kawasan Industri Halal (KIH) yang telah dibangun. Saat ini sudah ada tiga KIH di Indonesia yaitu Modern Halal Valley di Cikande Banten, Halal Industrial Park di Sidoarjo Jawa Timur dan Bintan Inti Halal Hub di Bintan Kepulauan Riau.
Direktur Industri Produk Halal Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Afdhal Aliasar menyampaikan, ada belasan calon KIH lainnya yang juga sedang berproses untuk mendapatkan pengakuan statusnya sebagai KIH. "Ini suatu hal yang sebelum 2020 kita belum lihat terjadi di Indonesia walaupun negara jiran Malaysia sudah memulainya beberapa tahun sebelumnya," kata Afdhal Senin (6/12).
Dengan tiga KIH yang sudah ada dan penambahan lebih banyak lagi ke depannya, Afdhal mengaku menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan pengelola kawasan industri untuk bisa mengisinya segera. Afdhal mengatakan, sebenarnya sudah banyak insentif-insentif yang diberikan, tapi perlu sosialisasi.
Insentif juga perlu disesuaikan dengan target pasar dari KIH. Menurutnya, setidaknya terdapat tiga sasaran pemasaran kawasan untuk KIH ini.
Pertama, investasi dari luar negeri yaitu pelaku industri luar yang ingin berinvestasi pada pengembangan produk halal di Indonesia. Bagi investasi baru, berbagai fasilitas perlu digunakan untuk menarik minat.
Seperti pengurangan pajak, insentif atau fasilitas pajak, pembebasan PPN/PPN dan PBM, pembebasan bea masuk/BM, pembebasan cukai, peniadaan pungutan PPh 22 Impor, relaksasi larangan dan pembatasan. Hal-hal ini akan sangat dibutuhkan untuk dapat menyakinkan investor akan daya saing dan keuntungan investasi yang diperhitungkan secara jangka panjang.
Selain insentif fiskal yang tidak kalah pentingnya adalah insentif nonfiskal. Investor membutuhkan kejelasan regulasi dan informasi yang efektif terkait perkembangan kebijakan industri dan perdagangan di Indonesia termasuk juga regulasi terkait halalnya.
Kemudahan proses dan kecepatan layanan terkait kepabeanan, sertifikasi, dan proses supply chain akan menjadi kebutuhan industri. Apalagi dengan potensi dapat meningkatkan value mereka dalam halal value chain global.
Pelayanan satu atap dan pengelola kawasan yang adaptif dan proaktif menjadi kebutuhan yang bahkan lebih penting dari pada kemudahan fiskal.
Sasaran kedua yaitu pada sektor UMKM yang jumlahnya sangat banyak berkembang di Indonesia, tersebar di berbagai wilayah dan daerah.
Klasterisasi UMKM industri produk halal dan relokasi ke dalam KIH diharapkan dapat meningkatkan kualitas produksi, kapasitas dan juga kelangsungan produksi secara lebih kontinu. Dengan berada di dalam KIH, UMKM akan bisa menyelesaikan permasalahan klasiknya.
Mulai dari isu perizinan, keamanan, pencemaran dan polusi, sumber daya air dan listrik serta gas, dan juga transportasi untuk kemudahan rantai pasok khususnya produk berorientasi ekspor. Termasuk juga mendapatkan tenaga kerja yang berkualitas secara lebih terarah.
"Peran pemerintah daerah dalam hal ini akan sangat menentukan keberhasilan relokasi ini," kata Afdhal.
Sebagai contoh yang dilakukan di Jawa Timur dalam mengiring UMKM masuk ke KIH HIPS Sidoarjo dengan menggandeng lembaga perbankan syariah. Menurutnya ini patut untuk diapresiasi dan dicontoh oleh daerah daerah lain di Indonesia.
Sasaran ketiga adalah industri menengah dan besar yang sudah berkembang di Indonesia dan membutuhkan perluasan lahan industri untuk produk halalnya. Faktor kedekatan dengan bahan baku serta posisi lokasi yang strategis secara bisnis, baik untuk tujuan ekspor maupun untuk distribusi rantai pasok pasar dalam negeri, menjadi kebutuhan utama dalam menentukan pilihan pengembangan, selain tentunya harga lahan di KIH.
Selain tiga sasaran tersebut, KIH juga dapat diarahkan menjadi hub atas bahan mentah halal Indonesia yang sangat dibutuhkan oleh industri produk halal dunia. Hub untuk berbagai produk pertanian dan perkebunan seperti halnya kopi, teh, kakao, sawit, cengkeh dan tanaman perkebunan atau pertanian lainnya.
Termasuk juga produk segar dan olahan laut dan air tawar lainnya. Menjadi hub tentunya dapat menstimulasi kelancaran distribusi dan penurunan biaya logistik yang sangat diperlukan oleh pelaku usaha Indonesia. Skema ini akan meningkatkan peran Indonesia dalam global value chain produk halal dunia.