Dishub Evaluasi Jam Istirahat Pengemudi Transjakarta
Jam kerja pengemudi Transjakarta telah diatur maksimal delapan jam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Perhubungan (Dishub) sedang mengevaluasi jam istirahat para pengemudi Transjakarta untuk mencegah dan meminimalisasi potensi kecelakaan karena kelelahan.
"Ini menjadi evaluasi kami bersama jajaran Transjakarta bagaimana agar saat pramudi bertugas itu tidak terjadi kejenuhan," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo saat ditemui di Gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (6/12).
Berdasarkan data Dinas Perhubungan, sepanjang 2021 telah terjadi 275 kejadian kecelakaan lalu lintas pada layanan Transjakarta yang melibatkan mobil dan sepeda motor. Sebanyak 20 persen dari kejadian tersebut disebabkan kelalaian pengemudi, termasuk menabrak benda diam, seperti tiang hingga separator (pemisah jalan) busway.
Menurut dia, pengemudi memerlukan waktu istirahat dan penyegaran sejenak setelah melakukan pelayanan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, jam kerja pengemudi telah diatur maksimal delapan jam, termasuk istirahat setelah waktu kerja empat jam.
Para pengemudi pun sudah disediakan ruang khusus di perhentian terakhir koridor, seperti di Halte Blok M dan Kota sebelum mereka kembali melakukan pelayanan. "Untuk seluruh pool saat ini sudah ada ruang pengemudi. Tapi untuk kontrol mereka di dalam akan kita pertajam. Tinggal bagaimana pramudi selalu fit saat mulai bertugas," kata dia.
Dinas Perhubungan DKI Jakarta menegaskan seluruh pengemudi Transjakarta sudah dilengkapi sertifikasi profesi oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) untuk menjamin kompetensi dalam mengemudi angkutan umum. Perusahaan operator dan TransJakarta yang melakukan sertifikasi tersebut dengan pemantauan dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
"Setelah pelatihan, mereka dapat sertifikat pengemudi angkutan umum. Tetap harus ada penyegaran agar mereka 'update' kompetensinya," kata Syafrin.
Manajemen Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) menghentikan operasi (grounded) terhadap 229 unit bus dari dua operator yang mengalami rentetan kecelakaan pada pekan lalu. Direktur Utama Transjakarta Mochammad Yana merinci pemberhentian operasi dilakukan kepada 119 unit armada dari Steady Safe dan 110 unit dari Mayasari Bhakti.
"Ketika ada kecelakaan, maka kami melakukan pemberhentian terhadap dua operator yang mengalami kecelakaan. Total ada 229 unit yang kami grounded," kata Yana saat Rapat Kerja bersama Komisi B DPRD DKI di Jakarta, Senin (6/12).
Yana menjelaskan, selama pemberhentian operasi, para operator mengaudit dan pengecekan terhadap seluruh armada mulai dari sistem pengereman, kemudi (steering), mesin, transmisi, dan aspek lainnya pada sektor teknis.
Selain itu, pengecekan juga dilakukan terhadap kesehatan fisik dan mental seluruh pengemudi. "Setelah armada dan pramudi sudah diperiksa secara menyeluruh, dan perbaikan SOp disetujui oleh Transjakarta, maka Transjakarta akan memutuskan apakah unit dan pramudi dapat dioperasikan kembali," ujar Yana.
Transjakarta juga telah bekerja sama dengan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk mengaudit secara keseluruhan meliputi kondisi jalan dan rute, kondisi pengemudi dan berkendara, perawatan dan pemeliharaan armada, serta pembenahan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Adapun dua kecelakaan Transjakarta terjadi selama dua hari berturut-turut pada 2-3 Desember 2021. Pada Kamis (2/12), bus Transjakarta dengan operator PT Steady Safe menabrak Pos Polisi di Lampu Merah PGC Cililitan, Jakarta Timur.
Kejadian tersebut mengakibatkan satu orang petugas Patroli Transjakarta luka berat. Kemudian pada Jumat (3/12), bus dari operator PT Mayasari Bhakti menabrak pembatas jalan (separator) Transjakarta di depan Ratu Plaza, Senayan.
Pengamat transportasi Azas Tigor Nainggolan menyoroti renteten insiden kecelakaan yang dialami bus TransJakarta tersebut. Dia mengatakan rentetan kecelakaan bus Transjakarta itu menandakan tidak adanya pengawasan dan penerapan standar pelayanan minimal (SPM) Transjakarta. Disebutnya, pengawasan SPM adalah tanggung jawab para direksi, setidaknya direktur pelayanan, direktur operasional, dan direktur teknis.
"Kejadian kecelakaannya semua mirip dan terjadi setidaknya sejak bulan Oktober 2021. Terus terjadi kecelakaan berarti terus terjadi pelanggaran SPM dan tidak berjalannya pengawasan oleh para direksi Transjakarta," ujar Azas.
Menurut Ketua FAKTA dan analis kebijakan transportasi itu, atas semua kejadian kecelakaan yang terus dialami, maka Pemprov DKI Jakarta harus mengaudit semua manajemen Transjakarta.