Tuntut Mati Terdakwa ASABRI, Jaksa Agung Dinilai Konsisten

Tuntutan mati terhadap terdakwa Asabri dinilai sebagai tuntutan maksimal.

ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Terdakwa kasus korupsi Asabri Heru Hidayat (tengah) mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/10/2021). Sidang kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Sosial Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) yang merugikan keuangan negara sebesar Rp22,78 triliun tersebut beragendakan mendengarkan keterangan enam saksi.
Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho mengapresiasi Kejaksaan Agung melakukan tuntutan hukuman mati terdakwa kasus korupsi ASABRI, Heru Hidayat. Ia menilai tuntutan itu bukti usaha maksimal jaksa agung dalam pemberantasan korupsi.

"Saya kira upaya jaksa agung dalam kasus ini, sebagai upaya maksimal. Dengan upaya ini ke depan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) betul betul bisa diandalkan. Ini upaya maksimal," ujarnya, saat dihubungi (7/12).

Baca Juga


Hibnu menilai tuntutan mati ini satu langkah yang serius dari Jaksa Agung untuk pemberantasan korupsi yang saat  ini menurutnya dalam kondisi stagnan.

Ia menilai meredupnya kinerja KPK membuat harapan masyarakat kini bertumpu pada kejaksaan dan kepolisian.  Masyarakat sangat menanti jaksa melakukan tindakan yang lebih tegas sehingga kedepan korupsi akan turun.

"Ini kan stagnan, naik sedikit, IPK naik sedikit. kemudian turun, jadi tidak ada perkembangan yg signifikan," tambahnya.

Ia menjelaskan tuntutan hukuman mati harus dilihat dari segi normatif sebagai sebagai bentuk pencegahan agar supaya orang lain tidak bisa melakukan tindakan korupsi.

Kemudian, tuntutan pidana mati karena begitu besar kerugian negara pada situasi kondisi di mana sedang dalam keadaan 'kriris ekonomi', krisis bencana alam, krisis kesehatan dan sebagainya. Ini suatu yg sangat disayangkan.

"Karena itu, langkah kejaksaan agung utk melakukan penuntutan itu banyak dimensi. Dimensi pencegahan, dimensi normatifnya juga dipikirkan juga," ujarnya.

Hibnu berharap dengan langkah ini ada keberanian dari hakim untuk bisa menjatuhkan seperti yg dilakukan oleh jaksa agung.

"Saya kira ini suatu perkembangan baru dan perlu dicoba. jadi jangan hanya kasus narkotika saja" lanjutnya.

Ia mengatakan jika politik hukumnya adalah sebagai pencegahan dalam rangka extra (ordinary) crime, maka penindakannya juga extra ordinary crime. yaitu langkah-langkah untuk melakukan suatu penuntutan pidana mati.

Hibnu menegaskan dalam hal suatu politik hukum pemberantasan korupsi harus ada suatu integritas, integralisasi, antara sesama penegak hukum.

"Tuntutan jaksa hakim harus seirama. kalau tidak percuma keinginan seperti itu. Kita harus mendukung mas, kita masyarakat mendukung kejaksaan dan hakim," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler