'UU Kejaksaan Bebaskan Jaksa dari Pengaruh Kekuasaan'

UU Kejaksaan menguatkan aspek keadilan restoratif untuk pemulihan pada keadaan awal.

ANTARA/Galih Pradipta
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (tengah) bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kanan) dan Wakil Jaksa Agung Setia Untung Arimuladi (kiri) bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/12/2021). Rapat tersebut membahas pengambilan keputusan tingkat I RUU tentang Kejaksaan.
Rep: Nawir Arsyad Akbar, Febrianto Adi Saputro Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPR secara resmi mengesahkan perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, Selasa (7/12). Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly mengatakan, perubahan ini bertujuan untuk menguatkan kejaksaan dalam menjalankan tugas dan fungsinya di bidang penuntutan.

"Harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun dalam penegakan hukum untuk menjamin hak-hak dan kepastian hukum yang adil bagi warga negara," ujar Yasonna dalam rapat paripurna DPR, Selasa (7/12).

Ia mengapresiasi DPR yang mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan menjadi UU. Menurutnya, salah satu poin penting dalam revisi tersebut adalah penerapan keadilan restoratif.

"Salah satu aspek penguatan yang diperlukan oleh Kejaksaan RI adalah keadilan restoratif. Saat ini telah terjadi pergeseran makna keadilan, dari keadilan retributif pembalasan menjadi keadilan restoratif," ujar Yasonna.

Ia menjelaskan, keadilan restoratif menekankan pada pemulihan kembali kepada keadaan semula. Hal tersebut sebelumnya sudah tertera dalam Undang-Undang Nomor  11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

"Dalam undang-undang tersebut kejaksaan diberikan peran untuk mengedepankan dan menggunakan keadilan restoratif dalam penegakan hukum. Demikian juga dalam penanganan kasus-kasus yang relatif ringan dan beraspek kemanusiaan," ujar Yasonna.

DPR RI secara resmi mengesahkan perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Pengambilan keputusan tingkat II diambil dalam rapat paripurna masa sidang II Tahun sidang 2021-2022, Selasa (7/12).

"Selanjutnya kami akan menanyakan pada setiap fraksi apakah RUU tentang perubahan atas Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?" kata Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, selaku pimpinan sidang sembari mengetuk palu, Selasa (7/12).

Baca Juga


Dalam laporannya, Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir mengatakan, rapat kerja pembahasan RUU Kejaksaan mulai digelar pada 15 November 2021 dengan agenda pembentukan panja. Panja RUU Kejaksaan terdiri dari 33 orang anggota Komisi III.

"Panitia kerja melakukan pembahasan pada tanggal 22-24 November 2021 bersama dengan panja pemerintah," ujarnya.

Panja selanjutnya membentuk tim perumusan (timus) dan tim sinkronisasi (timsin) untuk melakukan perumusan dan sinkronisasi seluruh materi subtansi yang ditugaskan panja pada 2 Desember 2021. Pada 3 Desember hasil kerja timus dan timsin dilaporkan dalam pleno panitia kerja dan disetujui panja.
 
"Pada rapat kerja DPR RI dan pemerintah pada 6 Desember 2021 seluruh fraksi menyatakan menerima hasil kerja panja dan menyetujui agar ruu perubahan atas UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI segera disampaikan pimpinan DPR RI untuk dilanjutkan tahap pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI sehingga dapat disetujui dan ditetapkan sebagai undang-undang," tutur Adies.
 
Adapun sejumlah subtansi yang diubah dalam perubahan UU Kejaksaan tersebut antara lain menyepakati perubahan syarat-syarat usia menjadi jaksa. Usia minimum untuk dilantik menjadi jaksa 23 tahun dan maksimum 35 tahun. Syarat usia minimum tersebut menjadi lebih rendah bila dibandingkan dalam UU Nomor 16/2004 tentang Kejaksaan RI Pasal 9 yang menyatakan usia minimum dilantik menjadi jaksa adalah 25 tahun dan maksimum 35 tahun.
 
Adies menjelaskan alasan perubahan usia itu menyesuaikan dengan pergeseran dunia pendidikan, yang semakin cepat dan semakin mudah, dalam menyelesaikan pendidikan sarjana sekaligus memberikan kesempatan karier. Selain itu substansi lain yang juga disepakati untuk diubah yaitu ketentuan terkait pemberhentian Jaksa Agung.
 
Jaksa Agung diberhentikan sesuai masa jabatan Presiden RI dalam satu periode, bersama-sama masa jabatan anggota kabinet. Jaksa agung diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Presiden dalam periode yang bersangkutan.

"Hal ini untuk menegaskan bahwa Presiden RI memiliki diskresi dalam menentukan siapa saja yang akan memperkuat kabinetnya, salah satunya jaksa agung," ujar Politikus Partai Golkar ini. Kemudian jaksa agung dapat diberhentikan karena melanggar pelarangan rangkap jabatan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler