BDF ke-14 Dibuka, Retno: Demokrasi untuk Pemulihan

Demokrasi merupakan katalis untuk terjadinya perubahan yang positif.

ANTARA/Nyoman Hendra Wibowo
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (tengah) bersama Gubernur Bali Wayan Koster (kanan) berfoto bersama delegasi dari berbagai negara saat pertemuan Bali Democracy Forum (BDF) ke-14 di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (9/12/2021). Kegiatan yang mengangkat tema “Democracy for Humanity: Advancing Economic and Social Justice during the Pandemic” dengan diikuti 335 peserta dari 95 negara dan empat Organisasi Internasional yang hadir secara fisik maupun secara virtual tersebut sebagai ajang untuk saling belajar tentang nilai-nilai keseteraan, inklusivitas, dan keadilan dapat membantu pemulihan dari pandemi COVID-19.
Rep: Fergi Nadira Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi membuka Bali Democracy Forum ke-14 2021 yang dilakukan secara hibrida atau campuran antara fisik dan virtual, di Nusa Dua, Badung, Bali, Kamis (9/12). Tema BDF kali ini adalah Democracy for Humanity: Advancing Economic and Social Justice during the Pandemic.

"Tema ini sangat relevan dengan situasi saat ini dan merupakan kelanjutan dari tema BDF sebelumnya, yakni Democracy and Covid-19 Pandemic, dan dibuat lebih interaktif dengan meminta pandangan para ahli di bidangnya selain pandangan para menteri," ujar Retno dalam press briefing secara virtual dari Bali, Kamis.

Retno mengatakan, bahwa demokrasi merupakan katalis untuk terjadinya perubahan yang positif. Sebab dunia memerlukan demokrasi buat pulih dari pandemi. "BDF diharapkan dapat menjadi ajang untuk saling belajar tentang bagaimana nilai-nilai kesetaraan, inklusivitas, dan keadilan dapat membantu kita pulih, to recover together and recover stronger," ujarnya.

Retno mencatat partisipasi penyelenggaraan BDF kali ini cukup tinggi, di antaranya diikuti oleh 335 peserta dari 95 negara dan empat organisasi internasional yang hadir baik secara fisik maupun virtual. Turut berpartisipasi dalam BDF ke-14 secara virtual yakni Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, dan 18 pejabat setingkat menteri dan wakil menteri antara lain Menlu AS Antony Blinken, Menlu Cina Wang Yi, Menlu Turki Mevlut Cavusoglu, Menlu Selandia Baru Nanaia Mahuta, dan lain sebagainya.

Dalam sambutannya, Sekjen PBB menyampaikan bahwa pemulihan untuk semua tergantung dengan kesetaraan untuk semua. Menurut Guterres pandemi Covid-19 berpeluang memperlebar kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang.

"Sebagai komunitas global, kita semua harus bekerja sama agar kesetaraan dapat dijalankan. Antara lain melalui keringanan hutang, pemberian akses setara terhadap vaksin, dan meningkatkan investasi untuk ketahanan kesehatan, jaminan sosial, dan pendidikan bagi semua," ujar Retno mengutip pernyataan Guterres.

Menurutnya, kesetaraan tidak hanya menjadi ruh bagi demokrasi, namun turut menjadi mesin penggerak bagi upaya pemulihan dunia. "Equality is an engine for recovery," demikian disampaikan Sekjen PBB dalam sambutannya.

Sementara itu dalam pembukaan BDF ke-14, Retno memaparkan sejumlah tantangan pandemi yang mempengaruhi demokrasi hingga tahapan pemulihan dari pandemi. Dia mencatat, bahwa ekonomi global diperkirakan tumbuh 5,9 persen tahun ini, dan banyak negara yang telah melonggarkan kebijakan pengetatan, meski lebih dari 50 negara juga kembali melakukan pengetatan sementara oleh karena munculnya varian baru Omikron.

"Mindset kita telah berubah dari bertahan menjadi pemulihan from survival to recovery dan saya sampaikan bahwa pandemi ini datang pada saat demokrasi di banyak negara mengalami kemunduran," ujar Retno.

Berdasarkan laporan Freedom House 2021, kebebasan global menurun dalam 15 tahun terakhir sementara 75 persen penduduk dunia hidup di bawah negara yang mengalami kemunduran demokrasi sepanjang tahun lalu. Pandemi dinilai semakin memperburuk kemunduran demokrasi tersebut karena telah memaksa sebuah negara untuk mengubah cara menjalankan pemerintahannya.

"Dan kita harus mencari titik keseimbangan antara menegakkan nilai-nilai demokrasi dan menerapkan peraturan untuk mengatasi pandemi, serta kita lihat sebagian negara berhasil dengan baik dan sebagian lagi mengalami kesulitan mempertahankan demokrasi di tengah pandemi," ujar Retno.

"Saya menegaskan tidak dapat dipungkiri bahwa negara-negara yang paling baik menangani pandemi adalah negara-negara demokrasi," ujar Retno melanjutkan.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler