Kongres Ekonomi Umat II Soroti Nasib Usaha Mikro Ultra Mikro
Kongres Ekonomi Umat II menyusun strategi ekonomi mikro umat
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat membuka Kongres Ekonomi Umat 2021, Jumat (10/12). Kongres kali ini bertujuan untuk menyusun strategi pemulihan dan pemerataan ekonomi umat yang berkeadilan.
Wakil Ketua Umum MUI Buya Anwar Abbas mengatakan, ketimpangan ekonomi di Indonesia masih sangat terasa. Untuk itu, hadirnya Kongres Ekonomi Umat tersebut disebut menjadi wadah dalam penyusunan strategi memajukan ekonomi yang berkeadilan.
“Saat ini jika dilihat, ekonomi kita itu seperti piramida (yang kaya paling atas dan kuncup/sedikit). Kita ingin melakukan transformasi agar struktur dunia usaha kita bentuknya seperti belah ketupat, maka jika ini terjadi kelas menengah kita akan menjadi katalis kemakmuran bangsa ini,” kata Buya Anwar kepada Republika.co,id, dalam konferensi pers pembukaan Kongres Eknomi Umat 2021, di The Sultan Hotel, Jakarta, Jumat (10/12).
Buya menjelaskan bahwa struktur ekonomi Indonesia yang masih berbentuk piramida saat ini menjadikan kelas menengah berada dalam porsi yang banyak. Namun jika struktur ekonomi berubah menjadi pola belah ketupat, maka kelas menengah dapat menjadi pendorong dan penggerak ekonpomi Indonesia di masa depan.
Jika struktur ekonomi berbentuk belah ketupat, maka kelas menengah yang berjumlah besar ini dinilai dapat mengerek daya beli masyarakat yang signifikan. Hal itu dinilai dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang mampu memproduksi apapun yang diinginkan dan dibutuhkan pasar, dengan catatan harga yang kompetitif yang mampu diserap pasar dengan baik.
Buya menambahkan, Kongres Ekonomi Umat MUI ini juga bertujuan untuk mendorong sektor ultra mikro yang berjumlah 98,68 persen atau sekitar 63,3 juta dapat terbina dengan baik. Sebab, kata dia, sektor in belum terjamah oleh dunia perbankan sehingga membuat kesenjangan ekonomi semakin melebar.
“Untuk itu saya ingin mengusulkan agar pemerintah punya affirmation action berupa kebijakan-kebojakan yang berpihak pada lapis bawah, terutama kelompok usaha mikro dan ultra mikro,” kata Buya.
Sekjen MUI Amirsyah Tambunan menilai, dukungan kepada sektor ekonomi mikro dan ultra mikro harus diimplementasikan dengan pendampingan. Pendampingan ini berfokus kepada tiga hal, yakni literasi, edukasi, dan sosialisasi. Dengan tiga cara tersebut, kata dia, para pelaku usaha mikro dapat menjalankan usahanya dengan baik.
“Siapa yang mendampingi? Mereka-mereka yang punya jiwa dan semangat. Seperti di MUI, kami ada Divisi Inkubasi Syariah yang bertugas melakukan pendampingan. Agar pelaku usaha bisa mandiri dan bisa produktif serta dapat memasarkan produknya sehingga laku,” kata Amir.
Di sisi lain dia menilai, Indonesia perlu memerhatikan terwujudnya ekonomi yang berkeadilan. Dia melihat bahwa umat Islam sering distigmatisasi dengan pandangan-pandangan yang negatif, seperti intoleran. Namun demikian jika dilihat dari realita yang ada, intoleransi justru terjadi kepada umat Islam di bidang ekonomi.
“Kalau bicara intoleran, pasti terjunya ke umat Islam yang jumlahnya mayoritas. Padahal umat Islam ini diperlakukan intoleran di bidang ekonomi. Maka kita perlu melakukan transformasi dan juga akselerasi penguatan ekonomi yang berkeadilan,” kata Amir.
Pendampingan harus fokus ke tiga hal, literasi (menanmkan sebuah pemahaman yang bisa dipahami dan diimplementasikan, bagaimana pendampingan), kedua adlah edukasi, dan sosialiasi. Dengan tiga cara ini pelaku ultra mikro ini bisa didampingi, siapa yang mendampingi? Mereka-mereka yang punya jiwa semangat. Di MUI ada Inkubasi Syariah, dia yang mendampingi. Sehingga pelaku usaha bisa mandiri. Dapat produktif,” kata dia.
Ketua Kongres Ekonomi Umat, Lukmanul Hakim, mengatakan salah satu upaya MUI untuk mendorong kemajuan ekonomi. Dia pun melihat bahwa saat ini pemerintah telah berupaya memberikan sertifikasi halal kepada sektor mikro kecil dengan biaya nol rupiah.