DPR Setujui Ratifikasi Tiga Perjanjian Dagang
Dewan menyetujui ratifikasi RCEP dan dilakukan melalui undang-undang.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VI DPR menyetujui untuk meratifikasi tiga perjanjian perdagangan internasional di sektor barang dan jasa. Adapun persetujuan dan pengesahan perjanjian tersebut akan dituangkan dalam undang-undang dan peraturan presiden.
Dalam kesimpulan Rapat Kerja Komisi VI bersama Kementerian Perdagangan, Wakil Ketua Komisi IV Mohamad Hekal, menyampaikan dewan sepakat untuk menyetujui ratifikasi Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) dan akan dilakukan melalui undang-undang.
Mekanisme persetujuan tersebut sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Adapun, persetujuan diberikan karena RCEP diyakini akan berdampak luas dan mendasar bagi kesejahteraan masyarakat.
Selain menyetujui RCEP, Komisi VI juga memberikan persetujuan untuk Perjanjian Kemitraan Ekonomi Konfrehensif Antara Pemerintah RI dan Pemerintah Republik Korea (IK-CEPA).
"DPR sepakat menyetujui IK CEPA dan pengesahannya juga dilakukan melalui undang-undang," kata Hekal, Senin (13/12).
Adapun perjanjian ketiga yang disetujui Komisi VI yakni Perjanjian Perdagangan Jasa ASEAN (ATISA). Namun, Hekal mengatakan, persetujuan tersebut akan dituangkan dalam Peraturan Presiden.
"Komisi VI menilai ATISA secara teknis akan memberikan dampak positif secara mikro dan makro. Komisi VI meminta Kemendag untuk melakukan sosialisasi dengan instansi dan pelaku usaha setelah Perpres mengenai ATISA disahkan dan berlaku," kata dia.
Anggota Komisi VI Fraksi Gerindra, Andre Rosiade, pihaknya menilai perjanjian RCEP, IK-CEPA, dan ATISA sangat baik untuk kepentingan kerja sama perdagangan Indonesia. Karena itu, pihaknya setuju untuk meratifikasi tiga perjanjian dagang tersebut.
Sementara itu, Anggota Komisi VI Fraksi PKB, Nasim Khan, mengatakan, ketiga perjanjian dagang tersebut harus memberikan posisi daya tawar yang kuat bagi Indonesia dalam perdagangan internasional.
Meski telah disetujui dan akan diratifikasi dan berlaku pada tahun depan, dirinya meminta agar pemerintah tetap hati-hati agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar bagi negara-negara mitra dagang.
"Kita go public dan terbuka, tapi tetap harus hati-hati," ujar dia.