Taliban Minta Pengusaha China Berinvestasi di Afghanistan

Taliban berharap pengusaha, khususnya investor China, berinvestasi di Afghanistan

AP/Bernat Armangue
Seorang penukar uang Afghanistan menunggu pelanggan di Kota Tua Kabul, Afghanistan, Selasa, 14 September 2021. Taliban berharap pengusaha, khususnya investor China, berinvestasi di Afghanistan. Ilustrasi.
Rep: Kamran Dikarma Red: Christiyaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD – Taliban telah meminta para pengusaha, khususnya asal China, untuk berinvestasi di Afghanistan. Saat ini Afghanistan tengah menghadapi krisis ekonomi dan kemanusiaan yang memburuk.

“Kami berharap semua pengusaha, khususnya investor China, berinvestasi di Afghanistan dan Emirat Islam Afghanistan (pemerintahan Taliban) akan memastikan keamanan mereka,” kata wakil juru bicara pemerintahan Taliban Bilal Karimi, Senin (13/12), dilaporkan Khaama Press.

Bulan lalu, Program Pembangunan PBB (UNDP) memperingatkan sektor perbankan Afghanistan berisiko runtuh. Hal itu dipicu oleh memburuknya likuiditas dan peningkatan pinjaman bermasalah. “Sistem pembayaran keuangan dan bank Afghanistan berantakan,” kata UNDP dalam laporannya pada 22 November dikutip laman BNN Bloomberg.

UNDP mengatakan penurunan simpanan bank harus diselesaikan dengan cepat. Hal itu guna meningkatkan kapasitas produksi Afghanistan yang terbatas dan mencegah runtuhnya sistem perbankan. Menurut analisis UNDP, rasio pinjaman bermasalah di Afghanistan naik menjadi 57 persen pada September. Perkiraan awal tahun, angkanya hanya mencapai 30 persen.

Sementara total simpanan perbankan di Afghanistan diperkirakan bakal berakhir pada 2021 sebesar 165 miliar afghani atau sekitar 1,8 miliar dolar AS. Jumlah itu turun 40 persen dari tahun lalu. “Dengan kondisi saat ini, rasio NPL (Non-Performing Loan) tampaknya meningkat, yang kemungkinan akan menyebabkan runtuhnya UMKM dan sektor perbankan,” terang UNDP.

Kepala UNDP Afghanistan Abdallah al Dardari mengatakan tantangan lain yang dihadapi Afghanistan adalah hilangnya kapasitas pembiayaan perdagangan. “Karena sebagian besar impor pangan dibiayai melalui sistem perbankan,” ujarnya.

Dia menjelaskan PBB dan organisasi internasional membutuhkan sektor perbankan yang berfungsi untuk menyalurkan bantuan keuangan guna mengatasi krisis kemanusiaan di Afghanistan. Al Dardari mengatakan Afghanistan dapat menghadapi kelaparan yang merajalela. Kecuali masyarakat internasional mengambil tindakan segera untuk membantu sektor keuangan.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler