Dewan Muslim Kanada Buat Petisi Lawan UU Antijilbab
Seorang guru di Quebec dimutasi lantaran mengenakan jilbab di dalam kelas.
REPUBLIKA.CO.ID, TRENTON -- Dewan Nasional Muslim Kanada (NCCM) mengatakan pada Senin (13/12) bahwa mereka mengumpulkan tanda tangan pada sebuah petisi menentang undang-undang anti-hijab. Petisi itu meminta agar Perdana Menteri Justin Trudeau campur tangan setelah seorang guru Muslim di provinsi Quebec dimutasi (dipindahkan) dari posisi mengajarnya lantaran mengenakan jilbab di dalam kelas.
Rancangan undang-undang Quebec 21 disahkan pada 2019. Undang-undang itu melarang pemakaian simbol agama, seperti jilbab, kippah, serban dan salib, oleh sebagian besar pegawai negeri saat bekerja. Menanggapi itu, NCCM bersama dengan Canadian Civil Liberties Association berjuang agar RUU tersebut dibatalkan oleh pengadilan karena melanggar hak asasi manusia. NCCM juga mengatakan RUU itu secara tidak adil menargetkan wanita Muslim.
Perlawanan atas RUU tersebut semakin intensif setelah guru tersebut dicopot dari posisi mengajarnya pekan lalu. CEO NCCM, Mustafa Farooq, mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada Anadolu Agency bahwa Fatemeh Anvari adalah seorang wanita Muslim Quebec yang pemberani yang dicopot dari posisinya sebagai guru karena dia memiliki keberanian mengenakan jilbabnya ke sekolah.
"Kebenaran yang memalukan adalah dia bukanlah yang pertama, juga tidak akan menjadi yang terakhir, selama UU 21 ada. Pertarungan pengadilan telah beralih ke Pengadilan Banding Quebec dalam perjuangan untuk menjatuhkan 'hukum keji' ini," kata Farooq, dilansir di Anadolu Agency, Selasa (14/12).
Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau terekam mengatakan provinsi tersebut tidak memiliki urusan memberi tahu orang-orang terkait apa yang harus dikenakan. NCCM ingin Trudeau bertindak lebih tegas dan sekarang meminta orang-orang membubuhkan tanda tangan mereka pada petisi untuk membantu perjuangan mendapatkan dukungan dari pemerintah dan anggota parlemen (anggota parlemen) agar berada di pihak mereka.
"Tanda tangani petisi kami yang meminta Perdana Menteri untuk campur tangan dalam tantangan hukum kami. Advokasi prinsip Anda berhasil dan anggota parlemen mulai bangkit untuk meminta Perdana Menteri melakukan hal yang benar. Mari kita wujudkan sekarang," ujar Farooq.
"Di pengadilan, di media, di jalan-jalan, kami tidak akan berhenti hingga undang-undang ini dicabut," tambahnya.