Revisi UMP DKI, Pengamat: Upaya Anies Raih Dukungan Buruh

Revisi UMP DKI Jakarta harus dibicarakan bersama antara Pemprov, buruh dan pengusaha.

Antara/Indrianto Eko Suwarso
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berorasi saat menemui buruh yang berunjuk rasa menolak besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (29/2/2021). Anies Baswedan pada kesempatan tersebut mengatakan formula penetapan UMP yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan tidak cocok diterapkan di Jakarta.
Rep: Febrianto Adi Saputro Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, yang merevisi upah minimum provinsi (UMP) 2022 menjadi 5,1 persen memunculkan pro kontra. Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin, menilai langkah Anies tersebut arahnya untuk kepentingan politik Anies pada  pemilihan presiden (pilpres) 2024 mendatang.

Baca Juga


"Arahnya kesana (pilpres 2024)," kata Ujang kepada Republika, Selasa (21/12).

Ujang memandang melalui kebijakan tersebut Anies ingin mendapatkan dukungan dari kalangan buruh. Menurutnya kebijakan Anies menaikan upah buruh itu merupakan bagian dari investasi politik. "Harapannya buruh memihak kepadanya," ujarnya.

Namun demikian, kendati didukung buruh, kebijakan menaikan upah buruh tersebut kini mendapatkan perlawanan dari para pengusaha. Karena itu menurut Ujang, penting bagi Anies mengajak wakil para buruh dan pengusaha untuk duduk bersama.

"Memang harus dibicarakan tripatrit. Pemprov, buruh, dan pengusaha. Mesti dicari win-win solution. Agar tak ada yang dirugikan," imbuhnya.

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, merevisi kenaikan UMP DKI Jakarta menjadi 5,1 persen. Dengan kenaikan 5,1 persen, buruh di DKI akan menerima kenaikan upah sekitar Rp 225.667.

"Dengan kenaikan Rp 225 ribu per bulan, maka saudara-saudara kita, para pekerja dapat menggunakannya sebagai tambahan untuk keperluan sehari-hari," kata Anies dalam keterangannya, Sabtu (18/12) lalu.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Ketenagakerjaan, Adi Mahfudz, mengatakan, revisi UMP sepihak oleh Gubernur Anies berkaitan erat dengan motif politik.

Menurut dia, hal itu jelas terlihat dari keberatan Anies yang bersurat ke Kemenaker sebelumnya. "Ini jelas (motif Pilpres), waktu itu kan Anies meminta ada formula perubahan ke Kemenaker, apa kaitannya? tidak ada korelasinya," kata Adi, Senin (20/12).

Sementara itu Wakil Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta bidang Pengupahan dan Jaminan sosial, Nurzaman, menyoroti revisi kenaikan UMP DKI yang baru diteken Anies. Menurut dia, pihaknya dan para pengusaha hingga kini sama sekali belum menerima keputusan gubernur baru yang menyatakan kenaikan UMP DKI menjadi 5,1 persen, dari sebelumnya 0,85 persen.

"Apabila benar ada revisi dari yang lama, maka kami pengusaha sangat-sangat menyayangkan sekali atas revisi Pergub itu," kata Nurzaman ketika dihubungi Republika.

Baca juga : Formula E Jakarta Resmi di Ancol, Waspada Ancaman Banjir Rob

Pernyataan Apindo langsung direspons Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal. Said mengecam rencana Apindo untuk menggugat Gubernur Anies Baswedan terkait kenaikan UMP DKI sebesar 5,1 persen. Said menyebut, rencana Apindo itu bakal membuat buruh marah dan turun ke jalan secara masif.

"KSPI dan buruh Indonesia menyesalkan dan mengecam rencana Apindo menggugat surat keputusan (SK) Gubernur tentang upah minimum tahun 2022 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena, rencana itu akan menimbulkan eskalasi aksi buruh yang meluas tidak hanya di DKI, tapi di seluruh Indonesia," kata Said dalam konferensi pers daring, Senin (20/12).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler