Reksadana Fix Income, Peluang Investasi Jelang Berakhirnya 2021

Reksa dana ini cocok untuk investor yang ingin melakukan diversifikasi dari deposito.

Dok. BTN
Nasabah mengakses mobile banking. Reksadana fix income menjadi pilihan investasi di akhir tahun.
Rep: Retno Wulandhari Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jelang berakhirnya 2021, pasar terlihat lebih optimis dalam menatap tahun 2022. Kebijakan Fed tapering yang mulai diterapkan di Desember ini dinilai berjalan relatif lebih mulus dibandingkan kebijakan serupa tahun 2013 silam.

Baca Juga


Menurut Investment Specialist Manulife Aset Manajemen Indonesia, Dimas Ardhinugraha, pasar telah mengantisipasi dan menyesuaikan ekspektasinya sehingga dapat memberikan dasar bagi investor dalam mengambil keputusan menjelang berakhirnya 2021. 

"Sebagai investor, kita harus jeli dalam melihat peluang yang ada di pasar finansial, baik di pasar global maupun pasar domestik. Reksa dana pendapatan tetap dapat menjadi pilihan yang tepat bagi investor untuk melakukan diversifikasi aset," kata Dimas, Rabu (22/12). 

Dimas mengatakan peluang tersebut tercermin dari kondisi global ke depan. Memasuki 2022, pasar akan memasuki fase normalisasi, yang artinya pertumbuhan ekonomi global di tahun 2022 akan lebih rendah dari 2021, namun masih lebih tinggi dari rerata jangka panjangnya. 

Fase normalisasi di 2022 tidak hanya terjadi pada pertumbuhan ekonomi dan perdagangan global, tetapi juga pada kebijakan moneter dan fiskal. Bank sentral dunia diperkirakan akan melakukan penyesuaikan arah kebijakan, dimana suku bunga diperkirakan akan meningkat secara gradual sambil tetap memperhatikan kondisi terkait pandemi.

Dari sisi kebijakan fiskal, akan berupa pengurangan stimulus-stimulus pandemi dari pemerintah secara gradual menuju ke level normal di era pertumbuhan ekonomi yang juga menuju normal. Walau demikian, proses normalisasi akan terjadi secara gradual.

"Kebijakan fiskal dan moneter di 2022 baik di kawasan negara maju maupun negara berkembang, tetap akan pada level akomodatif relatif terhadap rerata jangka panjang," terang Dimas.

Berbeda dengan pasar global yang mengalami fase normalisasi, Indonesia bersama Malaysia, Filipina, dan Thailand (ASEAN4) memiliki ruang ekspansi yang lebih tinggi di 2022. Momentum pembukaan kembali diperkirakan meningkat ketika vaksinasi diakselerasi dan cakupan vaksinasi mencapai sekitar 70 persen dari populasi yang dapat menopang pemulihan ekonomi lebih kuat di 2022. 

 

Keunggulan Indonesia dibandingkan banyak negara di kawasan adalah demografi Indonesia yang didominasi warga usia muda membawa keuntungan. Hal ini  mempercepat aktivitas ekonomi kembali normal terutama apabila mitigasi pandemi terus berjalan efektif, antara lain melalui vaksinasi secara masif dan merata.

Dengan kondisi perekonomian global dan domestik tersebut, Dimas mengatakan pasar obligasi kini lebih siap dalam menghadapi tren perubahan sentimen global ini. Faktor kepemilikan asing yang jauh lebih rendah dibandingkan periode-periode sebelumnya, dinamika pasokan obligasi yang lebih baik dan valuasi pasar obligasi Indonesia yang masih menarik diharapkan dapat meredam dampak kebijakan moneter The Fed yang lebih ketat di 2022. 

"Fundamental makro yang lebih baik dan stabilitas eksternal yang terus diperkuat diharapkan dapat menjaga volatilitas pasar obligasi Indonesia. Investor pun bisa memanfaatkan reksa dana pendapatan tetap untuk diversifikasi aset," kata Dimas.

Salah satu contoh reksa dana pendapatan tetap adalah reksa dana Manulife Pendapatan Bulanan II (MPB II) yang berinvestasi pada obligasi pemerintah tenor pendek. MPB II memiliki potensi imbal hasil kompetitif dibandingkan dengan deposito serta tingkat risiko konservatif. 

Fokus investasinya pada obligasi pemerintah yang pembayaran pokok dan kuponnya dijamin Undang-undang, meminimalisir risiko investasi pada reksa dana MPB II, sehingga reksa dana ini akan cocok untuk investor yang ingin melakukan diversifikasi dari deposito dan pasar saham. Strategi pengelolaan aktif dari reksa dana ini meningkatkan potensi hasil investasi dengan risiko yang terjaga.

MPB II telah melalui beberapa periode volatilitas pasar finansial, seperti taper tantrum (2013), devaluasi mata uang China (2015), perang dagang AS-China (2018), hingga pandemi COVID-19. Semua berhasil dilalui dengan tetap mempertahankan tingkat volatilitas yang terjaga dan kinerja yang optimal. 

MPB II memiliki fitur pembagian hasil investasi bulanan yang memberikan keleluasaan investor apabila membutuhkan arus dana bulanan. Sifatnya yang likuid memberikan fleksibilitas bagi investor apabila ada kebutuhan finansial yang mendadak, terlebih di masa pandemi seperti sekarang ini. 

Sejak diluncurkan Januari 2009, MPB II telah mencatatkan kinerja historis rata-rata 6,35 persen per tahun (per November 2021), masih diatas tolok ukur (rata-rata bunga deposito 1 bulan ditambah 2 persen net setelah pajak) yang sebesar 6,32 persen.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler