Alquran Jelaskan Cara Nabi Musa Dapat Wahyu
Ada tiga macam cara Allah menyampaikan wahyu kepada para Rasul-Nya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Alquran menjelaskan sejumlah cara Allah SWT menyampaikan wahyu kepada Nabi dan Rasul. Dalam Tafsir Surah Al-A'raf Ayat 144, dijelaskan cara Allah SWT menyampaikan wahyu kepada Nabi Musa, sehingga disebut Kalimullah.
قَالَ يٰمُوْسٰٓى اِنِّى اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسٰلٰتِيْ وَبِكَلَامِيْ ۖفَخُذْ مَآ اٰتَيْتُكَ وَكُنْ مِّنَ الشّٰكِرِيْنَ
(Allah) berfirman, "Wahai Musa! Sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) engkau dari manusia yang lain (pada masamu) untuk membawa risalah-Ku dan firman-Ku, sebab itu berpegang-teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur." (QS Al-A'raf: 144)
Dalam Tafsir Kementerian Agama, ayat ini menerangkan, Allah telah memilih Musa di antara manusia yang ada di zaman-Nya dengan memberikan karunia yang tidak diberikannya kepada manusia lainnya, yaitu mengangkat Musa sebagai Nabi dan Rasul. Allah memberi Nabi Musa kesempatan langsung berbicara dengan Allah, sekali pun dibatasi oleh suatu yang membatasinya antara Allah dan Nabi Musa.
Di dalam Alquran disebutkan cara Allah menyampaikan wahyu kepada para Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah inii, "Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara kepadanya kecuali dengan perantara wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi, Maha Bijaksana. (QS Asy-Syura: 51)
Jadi menurut ayat ini ada tiga macam cara Allah menyampaikan wahyu kepada para Rasul-Nya. Pertama, dengan mewahyukan kepada Rasul yang bersangkutan, yaitu dengan menanamkan suatu pengertian ke dalam hati seseorang yang diturunkan wahyu kepadanya.
Kedua, berbicara langsung dengan memakai pembatas yang membatasi antara Allah dan hamba yang diajak berbicara. Cara yang kedua inilah yang dialami oleh Musa dalam menerima wahyu, sehingga ia dikenal dengan kalimullah. Ketiga, dengan perantaraan malaikat Jibril. Alquran disampaikan melalui cara ini.
Dapatkah Manusia Melihat Allah?
Mengenai persoalan dapatkah manusia melihat Allah dengan nyata. Maka jika dipahami ayat-ayat dan hadits-hadits Nabi, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
Pertama, mustahil manusia melihat Allah selama mereka hidup di dunia, sebagaimana ditegaskan Allah kepada Nabi Musa. Kedua, orang-orang yang beriman dapat melihat Allah di akhirat nanti, sesuai dengan Firman Allah ini.
"Wajah-wajah (orang Mukmin) pada hari itu berseri-seri. Memandang Tuhannya." (QS Al-Qiyamah: 22-23)
Dari ayat ini dipahami bahwa melihat Tuhan pada hari Kiamat itu termasuk nikmat yang diberikan Allah kepada orang-orang yang beriman, karena itu mereka selalu mengharap-harapkannya. Sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya manusia berkata (kepada Rasulullah SAW), Ya Rasulullah adakah kita melihat Tuhan kita pada hari Kiamat nanti?" Rasulullah menjawab, "Adakah yang menghalangi kalian melihat bulan pada bulan purnama?" Mereka berkata, "Tidak, ya Rasulullah." Rasulullah berkata, "Maka sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan seperti melihat bulan purnama itu." (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Semua yang wujud dapat dilihat. Hanyalah yang tidak ada wujudnya yang tidak dapat dilihat. Tuhan adalah wajibul wujud, karena itu Tuhan dapat dilihat jika ia menghendaki-Nya. Tuhan melihat segala yang ada, termasuk melihat diri-Nya sendiri. Kalau Tuhan dapat melihat diri-Nya tentu Dia berkuasa pula menjadikan manusia melihat diri-Nya jika Dia menghendaki.
Pada potongan ayat berikutnya Nabi Musa dan kaumnya diperintahkan untuk menerima kitab suci yang Allah turunkan, dan syariat yang harus dijalankan untuk dijadikan pegangan hidup dan diamalkan di dunia. Hanya dengan cara inilah mereka baru bisa dianggap sebagai orang yang bersyukur dan menghargai pemberian nikmat Allah.