Penjelasan Siapa Wali Menurut Para Ulama
Allah memilih di antara hamba-Nya menjadi wali.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Allah SWT memilih di antara hamba beriman dan ketakwaannya sempurna menjadi wali-Nya. Hambanya yang terpilih ini akan mendapatkan karomah dan kedudukan tinggi di sisi Allah.
"Siapa saja yang beriman dan ketakwaannya sempurna, mendapat kedudukannya di sisi Allah tinggi dan karamahnya lengkap," Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny dalam bukunya '198 Kisah Haji Wali-Wali Allah'.
Allah SWT telah menjelaskan tentang wali-wali-Nya dalam firman-firman-Nya.Di antara firman-Nya dalam surah Yunus ayat 62-64 yang artinya.
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.(Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa. Bagi mereka berita gembira di kehidupan di dunia dan di akhirat. Tidak ada per-ubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah.Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar."
Al-Hafiz Ibnu Katsir mengatakan, wali-wali Allah adalah setiap mereka yang beriman dan bertakwa sebagaimana telah dijelaskan Allah tentang mereka. Maka setiap orang yang bertakwa kepada Allah, dia adalah wali-Nya.
"Sesungguhnya tidak ada kebimbangan atas mereka, yaitu dalam menghadapi hal-ihwal kiamat," katanya.
Dan tidak pula mereka bersedih hati terhadap apa yang me-reka tinggalkan di dunia. (Tafsir Ibnu Katsir:II/278).
Ibnu Rajab al-Hambali mengatakan, asal makna al-wilayah (kewalian) adalah dekat. Asal makna al-adawab (permusuhan) adalah jauh. Maka para wali Allah adalah orang-orang yang mendekatkan diri kepada Allah dengan amal-amal yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya.
"Musuh-musuh Allah adalah orang-orang yang dijauhkan dari-Nya dengan sebab amal-amal perbuatan mereka yang menjadikan mereka terusir dan terasing dari-Nya." (Ibnu Rajab, Jaami' al-'Ulum wa al-Hikam).
Ibnu Hajar al-Asqalani mengatakan, yang dimaksudkan dengan wali Allah adalah orang-orang yang berilmu tentang Allah dan dia terus-menerus berada dalam ketaatan kepada-Nya dengan mengikhlaskan hati dalam ibadahnya" (Ibnu Hajar, Fathul Bari: XI/342).