Epidemiolog Ungkap Empat Karakteristik Covid-19 Varian Omicron
Apabila tidak dibendung maka kasusnya akan semakin banyak.
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Epidemiolog Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani mengungkapkan empat karakteristik Covid-19 varian omicron yang berbeda dengan varian lainnya. Pertama, kata dia, daya tularnya lebih tinggi dibanding varian Delta.
Laura mengungkapkan, sejak varian Omicron pertama kali ditemukan di Afrika Selatan, dalam kurun waktu satu pekan saja kasus Covid-19 di sana mengalami peningkatan sebanyak dua hingga tiga kali lipat. Hal tersebut yang menjadi dasar varian Omicron perlu diwaspadai karena daya tularnya lima kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan varian Delta.
“Virus Covid-19 varian Delta daya tularnya tujuh kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan virus yang pertama kali muncul di Wuhan. Sedangkan Omicron lima kali lebih cepat apabila dibandingkan dengan varian Delta," ujarnya, Senin (3/1).
Namun demikian, kata Laura, tingkat keparahan pasien Covid-19 varian Omicron lebih rendah jika dibandingkan dengan varian Delta. Ia mengatakan, yang perlu digarisbawahi adalah ketika varian Omicron memiliki daya tular yang lebih cepat dan tidak ada langkah antisipasi lebih awal, sehingga ketika banyak orang yang terinfeksi maka akan berisiko terjadi penularan yang lebih luas.
“Apabila tidak dibendung maka kasusnya akan semakin banyak dan mungkin bisa menyebabkan fasilitas kesehatan overload. Ketika fasilitas kesehatan penuh, maka penanganan pasien bisa terlambat, sehingga keparahan penyakit pasien meningkat atau bahkan bisa menyebabkan kematian," ujar Laura.
Ketiga, kata Laura, untuk mendeteksi varian Omicron harus menggunakan PCR-SGTF. Laura menjelaskan, sebelumnya jika ingin mengetahui seseorang tertular virus Covid-19 varian yang mana maka harus menggunakan tes dengan metode Whole Genome Sequencing (WGS). Namun untuk saat ini, jika ingin mengetahui apakah seseorang terinfeksi virus Covid-19 varian omicron maka harus menggunakan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan S Gene Target Failure (SGTF).
"Jadi memang pemerintah telah menyiapkan metode tes terbaru yakni menggunakan PCR-SGTF agar deteksi kasus Covid-19 varian Omicron bisa dilaksanakan dengan cepat," kata Laura.
Keempat, lanjut Laura, efektivitas vaksin Covid-19 menurun untuk melawan varian Omicron. Laura mengatakan, ketika muncul varian baru dari virus Covid-19, terdapat kekhawatiran varian tersebut dapat melarikan diri dari antibodi yang telah terbentuk dari vaksin. Maksud dari melarikan diri tersebut dapat diartikan bahwa antibodi yang ada di dalam tubuh tidak bisa mengenali virus Covid-19 yang masuk.
Kenyataannya, kata dia, vaksin Covid-19 yang diberikan masih bisa melawan varian Omicron. Namun, dari hasil investigasi ditemukan bahwa terdapat penurunan efektivitas vaksin Covid-19. Pada varian virus Covid-19 yang muncul pertama kali di Wuhan, vaksin Covid-19 memiliki efektivitas hingga 95 persen. Namun untuk melawan varian Omicron, efektivitas vaksin menurun mrmjadi hanya 50 persen.
"Peneliti masih terus melakukan investigas terkait hal ini," ujar Laura.