Slogan Presisi Polri Dinilai Belum Dipakai di Kasus Ujaran Kebencian
Masyarakat menaruh harapan dengan slogan presisi Polri akan berbenah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo dikenal dengan visi dan slogan presisi demi memperbaiki citra kepolisian. Dalam hal penindakan internal, Kapolri dinilai sudah tegas ke oknum kepolisian, namun sayangnya dalam beberapa kasus seperti ujaran kebencian, slogan presisi tersebut belum dipraktekkan.
"Slogannya tepat, prakteknya belum," kata Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda kepada wartawan, Jumat (7/1).
Dalam beberapa bulan ketika baru menjabat, Sigit memang menunjukkan bagaimana penindakan dan sanksi kepada oknum Polri yang melanggar tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini, menurut Chairul, bahkan mendapat apresiasi luar biasa di mata publik. Hal itu memunculkan harapan Polri mulai berbenah, menerapkan hukum yang berlaku sama untuk semua.
"Tanpa membedakan anggota atau tidak, agama, suku afiliasi politik, dan lain lain," kata Chairul.
Namun dalam perjalanannya, untuk kasus ujaran kebencian, Polri kembali diuji. Menurut dia, ketika Polri kembali bersikap tegas kepada Habib Bahar bin Smith, publik masih menaruh positif. Namun ketika muncul ujaran kebencian mengandung SARA dari pegiat sosial media Ferdinand, publik menuntut hal serupa.
Sebagai warga yang taat hukum, ia sepakat, tindakan ujaran kebencian baik yang dituduhkan kepada Habib Bahar tidak boleh dilakukan. Namun tentu begitu juga ujaran kebencian oleh Ferdinand kepada segolongan agama tertentu.
"Bahar katakanlah menyerang nama, baik seseorang, korbannya individu, sedangkan Ferdinand menyerang simbol agama, segolongan warga. Korbannya semua mereka yang beragama yang bertuhan Allah. Semestinya tindakan Polri jauh lebih keras kepada Ferdinand," kata Chairul.
Karena itu ia berharap Polri bisa lebih adil menegakkan hukum, sesuai slogan presisi Kapolri. Jangan sampai ada tudingan kembali kepada Polri, yang hanya tegas bersikap kepada segolongan kelompok tertentu, sedangkan kelompok lain bisa bebas melakukan ujaran kebencian dan mengadu domba SARA di tengah masyarakat.