Kala DPR Ingin RUU TPKS tak Cacat Hukum

RUU TPKS semakin menguatkan pencegahan kekerasan seksual di Indonesia.

DPR RI
Ketua DPR RI Puan Maharani
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, pihaknya mengedepankan kehati-hatian dalam membahas rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Ia ingin, RUU tersebut tak cacat hukum sehingga tidak dapat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).


"Setelah surpess keluar dari pemerintah akan segera melakukan pembahasan ini dengan sebaik-baiknya, secara hati-hati. Jangan sampai RUU ini kemudian mempunyai cacat hukum, sehingga tidak bisa bermanfaat," ujar Puan di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/1).

Dia ingin, RUU TPKS bermanfaat bagi masyarakat Indonesia setalah disahkan menjadi undang-undang. Terutama bagi korban kekerasan seksual, untuk memberikan payung hukum dan keadilan.

"Jadi harapannya adalah RUU TPKS ini nantinya dapat melindungi, memberikan rasa aman, nyaman. Bukan hanya buat perempuan dan anak, tapi seluruh warga negara Indonesia," ujar Puan.

Dia sendiri mengaku, sudah membaca pasal-pasal yang ada dalam draft RUU TPKS yang disusun olen Badan Legislasi (Baleg) DPR. Meski sudah menampung aspirasi banyak pihak, pembahasannya tetap harus mengedepankan kehati-hatian.

"Karena ini bersisiran antara hukum antara budaya, antara adat istiadat, antara kebiasaan kita dan lain-lain sebagainya. Ini harus satu-satu kita sinkronkan," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.

RUU TPKS, kata Puan, akan ditetapkan sebagai RUU usul inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada 18 Januari 2022. Dia menargetkan, agar pengesahan RUU tersebut bisa segera dilaksanakan.

"Targetnya adalah secepat-cepatnya dan pembahasannya terbuka menampung masukan dari umum kemudian pasal per pasal yang akan ada itu akan dibahas bersama tim pemerintah yang akan ada," ujar Puan.

 

Ilustrasi Kekerasan Terhadap Perempuan - (Pixabay)

 

 

Pencegahan kekerasan seksual

Komisi Nasional (Komnas) Perempuan menghargai, sikap DPR yang akan segera menetapkan rancangan undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai RUU inisiatif DPR. Harapannya setelah disahkan menjadi undang-undang, RUU TPKS semakin menguatkan pencegahan kekerasan seksual di Indonesia.

"Dengan RUU TPKS ini, harapannya memang bisa menguatkan dari pemulihan korban selain tentunya untuk akses hukum dan pemidanaan. Lewat RUU TPKS kita harapkan ada ruang untuk menguatkan pencegahan ini," ujar Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (12/1).

Dia menjelaskan, banyak korban kekerasan seksual yang tak melapor karena tak adanya payung hukum untuk melindungi mereka. Apalagi, masih ada pandangan yang kerap menyalahkan korban dalam kasus kekerasan seksual.

"Dari 30 persen kasus perkosaan yang kemudian bisa masuk dalam proses hukum. Apalagi, untuk beberapa jenis kekerasan seksual yang tidak dikenali dalam KUHP kita," ujar Andy.

Komnas Perempuan berharap, partai politik di DPR mendukung pengesahan RUU TPKS menjadi undang-undang. Harapan tersebut ditujukan terutama bagi partai politik yang awalnya ingin menunda bahkan menolak RUU TPKS.

 

"Isu diskusi darurat seksual ini sesungguhnya juga karena daya penanganan yang terbatas. Daya penanganan ini kita harap bisa dikatrol, dipercepat dengan adanya RUU TPKS," ujar Andy.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler