Kembangkan Rudal Balistik, Korut Retas Aset Kripto pada 2021
Korut retas aset kripto untuk kembangkan rudal balistik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peretas Korea Utara setidaknya melakukan tujuh serangan peretasan pada platform mata uang kripto tahun lalu untuk mencuri aset digital senilai hampir $400 juta (Rp 5,73 triliun) menurut sebuah laporan oleh perusahaan analisis blockchain Chainalysis.
"Dari tahun 2020 hingga 2021, jumlah peretasan yang terkait dengan Korea Utara melonjak dari empat menjadi tujuh, dan nilai yang diambil dari peretasan ini tumbuh sebesar 40 persen," kata laporan itu, dilansir di Tech Crunch, Ahad (16/1).
Serangan tersebut terutama menargetkan perusahaan investasi dan bursa terpusat. Laporan tersebut menyatakan bahwa para peretas menyedot dana dari dompet panas organisasi yang terhubung ke internet ke alamat yang dikendalikan Korut dengan menggunakan taktik kompleks, termasuk umpan phishing, eksploitasi kode, malware, dan rekayasa sosial tingkat lanjut.
"Begitu Korea Utara mendapatkan hak asuh atas dana tersebut, mereka memulai proses pencucian yang hati-hati untuk menutupi dan menguangkannya," kata laporan itu.
Pada tahun 2021, Ethereum dan Bitcoin masing-masing menyumbang 58 persen dan 20 persen dari dana yang dicuri, dengan 22 persen berasal dari token atau altcoin ERC-20.
Laporan itu juga mengatakan, mengutip Dewan Keamanan PBB, Korea Utara menggunakan uang itu dengan cara meretas untuk mendukung program senjata pemusnah massal (WMD) dan rudal balistiknya.
Sesuai laporan analisis, Grup Lazarus, kelompok peretasan yang merupakan bagian dari badan intelijen utama Korea Utara, Biro Umum Pengintaian, diduga melakukan serangan tersebut. Grup Lazarus sebelumnya telah dituduh melakukan serangan siber terhadap Sony Pictures Entertainment dan WannaCry.
Lebih dari 65 persen dana curian Korea Utara dicuci melalui mixer yakni perangkat lunak yang mengumpulkan dan mengacak aset digital dari ribuan alamat. Korea Utara juga memiliki dana kripto yang tidak dicuci, yang diyakini bernilai 170 juta dolar AS, dari 49 peretasan terpisah mulai dari 2017 hingga 2021.
"Tidak jelas mengapa para peretas masih menggunakan dana ini, tetapi bisa jadi mereka berharap minat penegak hukum dalam kasus ini akan mereda, sehingga mereka dapat menguangkan tanpa diawasi. Apa pun alasannya, jangka waktu Korut untuk menahan dana ini mencerahkan, karena ini menunjukkan rencana yang hati-hati, bukan rencana yang putus asa dan tergesa-gesa," kata laporan itu. (Idealisa masyrafina)