Mulai April, Pemerintah Berlakukan Pajak Karbon untuk PLTU
Pemerintah memakai skema cap trading tax.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah saat ini sedang memfinalisasi aturan terkait pajak karbon untuk PLTU. Rencananya, para pemilik PLTU akan dikenakan pajak karbon mulai 1 April tahun ini.
Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana menjelaskan, nantinya pada 1 April pemerintah akan mulai memberlakukan pajak karbon. Namun, pengenaan pajak ini tidak lantas hanya menghitung berapa jumlah emisi karbon yang dikeluarkan PLTU. Dalam beleid yang akan diluncurkan akhir Maret ini akan memuat tata cara trading (jual beli) dan penentuan cap (ambang batas karbon) di setiap PLTU.
"Kita mengacu dari beberapa negara lain. Akhirnya kita putuskan pemerintah memakai skema cap trading tax itu. Jadi yang punya lebihan emisi bisa membeli pengurangan karbon dari PLTU lain, dan sisanya jika masih ada maka akan dikenakan pajak," ujar Rida di Kementerian ESDM, Selasa (18/1/2022).
Namun, Rida belum bisa merinci berapa ambang batas emisi yang ditetapkan dan berapa besar acuan pajak per emisi yang ditetapkan. Saat ini, usulan besaran pajak yang dikenakan sebesar 2 dolar AS per ton atau sebesar Rp 30 rupiah per kilogram CO2.
"Detail angkanya berapa tentu tunggu aturannya keluar dulu," ujar Rida.
Sedangkan untuk mekanisme jual beli carbon credit, Rida menjelaskan nantinya bagi PLTU yang sudah mendapatkan REC dengan emisi buang yang rendah bisa menjual kelebihan emisinya ke PLTU yang memiliki emisi lebih dari ambang batas yang ditentukan. Besaran patokan harga ini juga diatur dalam beleid yang akan keluar di akhir Maret tersebut.