Studi: Efek Pandemi Buruk bagi Para Perawat
Studi sebut perawat memiliki kondisi yang lebih sulit menghadapi pandemi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penelitian yang melihat efek pandemi pada layanan onkologi pediatrik di seluruh dunia telah menemukan bahwa tenaga medis, terutama perawat, menghadapi kondisi yang lebih sulit. Studi tersebut dilakukan dengan metode campuran, dan diterbitkan oleh Wiley online di American Cancer Society Cancer Journal.
Untuk penelitian ini, sebanyak 311 dokter, termasuk perawat, yang menangani pasien anak-anak penderita kanker, di 213 institusi di 79 negara berbeda, telah ditanyai tentang efek pandemi. Selain itu, 16 institusi berpartisipasi dalam 19 kelompok fokus multidisiplin.
Berbicara tentang temuan tersebut, praktisi perawat onkologi anak, Elizabeth Sniderman, yang memimpin penelitian, mencatat bagaimana efeknya lebih buruk pada perawat daripada dokter untuk beberapa indikator. Sniderman mengatakan, peneliti juga menemukan bahwa perawat sangat rentan terhadap dampak pandemi. Hal ini karena mereka lebih sering sakit atau dikarantina, menghadapi tantangan keuangan tambahan, dan lebih sering dipindahkan daripada rekan dokter.
Hasilnya menampilkan tabel yang menunjukkan frekuensi penugasan kembali dokter dan perawat onkologi anak seperti yang dilaporkan oleh responden survei. Tabel menunjukkan bahwa untuk setiap institusi, perawat dua kali lebih mungkin dan dalam beberapa kasus tiga kali lebih mungkin daripada dokter untuk dipindahkan.
Sementara itu, para peneliti juga menemukan bahwa dokter sendiri telah terjangkit virus Covid-19, dengan 8 persen responden melaporkan kematian tenaga kesehatan di institusi mereka. Dilaporkan juga bahwa 51 persen institusi menyebutkan penurunan ketersediaan staf klinis memiliki "dampak besar".
Contoh lain dari modifikasi staf yang dilaporkan termasuk perubahan peran atau tanggung jawab, dan pemindahan staf untuk bekerja di luar spesialisasi mereka. Perawat dari 19 kelompok fokus multidisiplin, dari seluruh dunia, secara anonim berbicara tentang pengalaman mereka.
Ketika sampai pada efek kekurangan staf, di salah satu kelompok fokus penelitian, seorang manajer perawat dari Peru mengaku memiliki hingga 12 orang yang dikarantina di bulan yang sama. Dia jadi tidak punya staf.
“Dinamika tim tidak berubah secara signifikan, kami hanya harus bekerja lebih keras,” ujarnya, seperti dikutip dari Nursing Times, Senin (24/1/2022).
Demikian pula, seorang perawat dari Brasil mengaku memiliki sejumlah besar karyawan yang perlu dipekerjakan dengan kontrak sementara untuk dapat memenuhi kebutuhan para profesional. Bekerja dalam batasan penguncian juga dibahas, dengan seorang perawat dari kelompok fokus lain di Uganda jam kerja panjang gelah mempengaruhi tenaga kesehatan dalam hal pelayanan untuk bertugas.
Melihat modifikasi staf, peningkatan penugasan kembali yang dialami perawat berarti beberapa unit pediatrik harus ditutup. Seorang manajer perawat di Filipina melaporkan para perawat juga ditempatkan di unit pediatrik lain, termasuk bangsal pediatrik Covid.
“Jadi sampai sekarang unit kita masih tutup,” katanya.
Dalam hal kesulitan ekstra yang dihadapi oleh perawat dibandingkan profesional kesehatan lainnya, ini dirujuk dalam dua kelompok fokus yang berbeda, satu di Zambia dan lainnya di Amerika Serikat (AS). Perawat dari Zambia harus bekerja ekstra keras, sementara perawat dari AS juga mengakui hal serupa.
Merujuk pada efek tambahan dari kematian petugas kesehatan, menjadi sakit karena Covid-19, seorang perawat dari Brasil melaporkan bahwa kelelahan dirasakan oleh banyak orang sebagai konsekuensi dari ketidakhadiran staf maupun yang tidak diganti.
Terdapat tingkat penyakit yang tinggi dari para profesional dan rumah sakit menolak untuk mempekerjakan profesional baru dan itu sangat menantang. Data untuk penelitian ini dikumpulkan antara 22 Juni 2020 hingga 21 Agustus 2020.