Kasus Edy Mulyadi Sudah ke Penyidikan, Kasus Arteria Baru Dilimpahkan

Edy Mulyadi dan Arteria seharusnya bijak memilih diksi dalam membuat pernyataan.

Tangkapan layar Bang Eddy Channel
Edy Mulyadi (tengah). Bareskrim Polri telah menaikkan status kasusnya terkait pernyataan soal ibu kota negara baru ke penyidikan.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, M Fauzi Ridwan, Bowo Pribadi

Baca Juga


Bareskrim Mabes Polri meningkatkan proses hukum dugaan ujaran kebencian yang dilakukan oleh pegiat politik di media sosial (medsos) Edy Mulyadi (EM) ke tahap penyidikan. Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo, Rabu (26/1) mengatakan, tim penyidik kepolisian, pun sudah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) ke Kejaksaan Agung (Kejakgung) terkait kasus dugaan penghinaan terhadap masyarakat di Kalimantan itu.

Dedi menjelaskan, peningkatan proses ke level penyidikan tersebut, setelah tim di Direktorat Siber Bareskrim Polri melakukan gelar perkara pada Rabu (26/1). “Hasil dari gelar perkara oleh penyidik, disimpulkan bahwa perkara ujaran kebencian oleh saudara EM, ditingkatkan statusnya dari penyelidikan ke tahap penyidikan,” begitu kata Dedi, dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (26/1/2022).

Dedi mengatakan, tim penyidik, pun sudah mulai melakukan pemeriksaan saksi-saksi atas perkara tersebut. Menurut Dedi, tim dari Direktorat Siber Polri, sudah memeriksa sebanyak 20 orang saksi.

“Sebanyak 15 orang saksi, dan 5 ahli,” ujar dia.

Pemeriksaan saksi-saksi tersebut, pun dikatakan Dedi masih berlanjut sampai dengan tahapan lanjutan penetapan tersangka. Pada Rabu, penyidik dari siber Bareskrim Polri, juga terbang ke Jawa Tengah (Jateng), dan Kalimantan Timur (Kaltim), untuk pemeriksaan saksi-saksi tambahan. Pun rencana untuk memeriksa EM, kata Dedi, akan dijadwalkan, pada Jumat (28/1/2022) mendatang.

Selain memeriksa saksi-saksi, pun kata Dedi, tim penyidikan siber Polri, juga sudah mengantongi sejumlah barang-barang bukti. Dan menerima sejumlah pelaporan tambahan terkait kasus yang menyeret mantan calon anggota legislatif dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut.

“Proses-proses penanganan perkara ini, masih terus berlangsung, dan masih terus berjalan. Perkembangannya akan disampaikan kembali,” ujar Dedi menambahkan.

Kasus yang menyeret EM ini, berawal dari komentar terbuka tentang penolakan pemindahan ibu kota negara, dari Jakarta, ke Kalimantan Timur (Kaltim). EM, dalam video yang tersebar di medsos mengucapkan kalimat-kalimat penolakan yang dinilai menghina masyarakat di Kalimantan.

EM menyebut wilayah ibu kota baru tersebut, sebagai daerah yang tak layak dihuni oleh kalangan manusia, dengan menyebut daerah ibu kota baru, sebagai tempat ‘jin buang anak’. EM juga menyebut wilayah ibu kota baru itu, sebagai pasar yang dihuni makhluk-makhluk gaib.

“Kalau pasanya kuntilanak, genderuwo, ngapain ngebangun di sana (Kalimantan),” kata EM.

Atas ucapannya itu, masyarakat adat di Kalimantan melayangkan protes, dan ultimatum terbuka. Bahkan melakukan pelaporan tindak pidana ke kepolisian, karena menilai EM melakukan penghinaan terhadap masyarakat di Kalimantan.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri, Brigadir Jenderal (Brigjen) Ahmad Ramadhan mengatakan, sampai Rabu (26/1/2022), pihak kepolisian menerima banyak laporan masyarakat terhadap EM. 

“Terkait pelaporan terhadap EM, ada sejumlah tiga pelaporan yang dilakukan, 16 pengaduan, dan 18 pernyataan sikap dari berbagai elemen yang menolak pernyataan tersebut (EM),” ujar Ramadhan.

EM sendiri, dari kanal medsosnya, sudah menyatakan permintaan maaf kepada masyarakat di Kalimantan. Akan tetapi, Brigjen Ramadhan menambahkan proses hukum atas pelaporan dari masyarakat tersebut, tetap akan dilakukan.

“Kami, dari Polri meminta masyarakat untuk tetap tenang, dan mempercayakan kasus ini dapat ditangani oleh Polri,” ujar dia.

 


Berbeda dengan perkara Edy Mulyadi segera naik ke penyidikan, kasus dugaan penistaan terhadap suku dan bahasa Sunda yang melilit politikus PDIP, Arteria Dahlan baru dilimpahkan Polda Jawa Barat ke Polda Metro Jaya. Pelimpahan kasus tersebut sudah dilaksanakan pada Selasa (25/1/2022).

"Laporan pengaduan tersebut (Majelis Adat Sunda) sudah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya pada tanggal 25 Januari 2022," ujar Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Polisi Ibrahim Tompo saat dihubungi, Rabu (26/1/2022).

Tompo beralasan, pelimpahan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya disebabkan peristiwa kejadian terjadi di wilayah Jakarta. "Karena pertimbangan kejadiannya di wilayah Jakarta," katanya.

Sebelumnya, Arteria dilaporkan oleh sejumlah masyarakat yang tergabung di Majelis Adat Sunda ke Polda Jawa Barat, pada Kamis (20/1/2022). Pelaporan dilakukan buntut pernyataannya yang meminta Jaksa Agung mencopot Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang berbicara dengan bahasa Sunda saat rapat dengar pendapat. 

"Hari ini melaporkan Arteria Dahlan anggota DPR RI yang telah menyatakan dalam berita yang viral di media sosial bahwa meminta pencopotan kepala kejaksaan tinggi yang menggunakan bahasa Sunda berbicara dalam rapat menggunakan bahasa Sunda," ujar Pupuhu Agung Dewan Karatuan Majelis Adat Sunda, Ari Mulia Subagja Husein di Mapolda Jabar, Kamis (20/1/2022).

Ari menuturkan, pihaknya merasa tersakiti dengan pernyataan tersebut bahkan tidak menutup kemungkinan kondisi tersebut dapat terjadi ke yang lain. Pernyataan tersebut bahkan disebut sebagai bentuk penistaan.

"Ini sudah menjadi penistaan terhadap suku bangsa yang ada di Indonesia. Tidak akan ada Indonesia kalau tidak ada suku bangsa yang ada di nusantara termasuk di dalamnya ada Sunda dan lainnya," katanya.

Ari melanjutkan pernyataan Arteria Dahlan tidak sejalan dengan pasal 32 Undang-Undang Dasar (UUD) ayat 2 yang mendukung upaya memelihara bahasa daerah yang hampir punah. Bukan untuk dilarang. 

Para elit politik diminta untuk menahan diri dan tidak mengeluarkan statemen yang berpotensi menyinggung bahkan menyakiti hati masyarakat.

Terkait perkara Edy Mulyadi dan Arteria Dahlan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo ikut merespons. Menurutnya, akhir- akhir ini banyak pernyataan tokoh politik yang terkait suku, agama, ras, bahasa yang kemudian memicu reaksi di tengah- tengah masyarakat.

"Tak hanya Arteria, eks kader PKS, Edy Mulyadi juga memunculkan pernyataan terkait ibu kota negara baru yang dinilai menyinggung dan menyakiti masyarakat Kalimantan," jelasnya, di Semarang, Senin (24/1/2022).

 

Oleh karena itu, kata Ganjar, sekarang saatnya semua bisa menahan diri dan memilih diksi- diksi yang lebih tepat. "Jika statement- statement itu berpotensi bisa menyakiti hati masyarakat, mbok ya jangan dikeluarkan," tambahnya.

Menurut Ganjar, kritik atau otokritik dengan pilihan diksi dan intonasi yang tidak tepat membuat penerimaan di masyarakat menjadi berbeda. Akhirnya muncul reaksi dari masyarakat, seperti di Jawa Barat kemudian juga di Kalimantan.

"Mari kita bicara yang baik-baik, kritik boleh, tapi kalau kemudian apa yang disampaikan itu ada potensi menyakiti hati, lebih baik jangan dikeluarkan," tegasnya.

Ganjar juga meminta masyarakat tidak perlu mudah terprovokasi. Ia meminta masyarakatmenahan diri dan menyelesaikan persoalan itu juga dengan cara bijak. 

 

 

"Jadi masyarakat jangan terprovokasi, hingga muncul berbagai reaksi," kata Ganjar.

 

Kontroversi Pernyataan Arteria Dahlan - (Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler