Tanam Paksa Kopi di Jawa Barat Sengsarakan Rakyat
Belanda bisa melunasi utang perang karena tanam paksa kopi.
JAKARTA — Kopi Jawa Barat pernah merajai dunia. Begitu dahsyatnya kualitas kopi Jawa Barat, yang saat itu dikenal dengan Kopi Java, sehingga ungkapan ‘A Cup of Java’ begitu mendunia. Kata ‘Java’ bagi masyarakat dunia menjadi kata ganti dari kopi itu sendiri.
Tapi kemasyuran Kopi Priangan ini, justru pernah membuat rakyat Jawa Barat sengsara. Kesengsaraan ini muncul akibat tanam paksa kopi.
Bupati Cianjur Aria Wiratanudatar III, adalah kepala daerah pertama yang mencatatkan nama dalam sejarah kopi Belanda. Aria Wiratanudatar III menjadi bupati kesayangan pemerintah VOC, karena kopi asal Priangan ini.
Pada 1711, Aria Wiratanudatar mengirimkan 400 kg hasil panen dari wilayahnya ke Amsterdam. Kopi tersebut kembali diteliti, dan mendapat harga tertinggi dalam lelang kopi yang digelar di Amsterdam. Sejak saat itu, dunia mengenal dua kopi terbaik yakni Mokha dan Jawa.
Pada tahun-tahun selanjutnya, kopi asal Jawa semakin tersohor dan mampu mengalahkan popularitas kopi asal Mokha. Gencarnya penanaman kopi di Jawa membuat dunia dibanjiri kopi asal priangan. Bahkan 3/4 kebutuhan kopi dunia dipasok dari Priangan.
Larisnya kopi asal Priangan, membuat pemerintah Belanda untung besar. Belanda bisa melunasi utang perang untuk menaklukan wilayah Indonesia dari hasil penjualan kopi. Hal ini mendorong lahirnya Preangerstelsel pada tahun 1720, yang merupakan bentuk tanam paksa kopi.
Preangerstelsel ternyata hanya menguntungkan kepala-kepala daerah saja. Rakyat justru mengalami kesusahan, karena diharuskan menanam kopi di lahan produktif mereka.
Salah satu peristiwa di tanah Priangan yang berkaitan dengan perkembangan sejarah kopi di Indonesia, adalah terbunuhnya Aria Wiratanudatar.
Ada dua versi mengenai kejadian tersebut, salah satunya terkait kopi. Rakyat Priangan yang hidup susah penerapan koffie stelsel murka, karena dikabarkan Aria Wiratanudatar mengkorupsi uang penjualan kopi. Seorang pemuda yang marah nekat menusuk Aria Wiratanudatar hingga tewas. Penduduk Priangan juga merusak tanaman kopi mereka sebagai bentuk kemarahan.
Namun, geger kopi di Priangan bukan penyebab hancurnya industri kopi di Jawa. Bahkan, sistem tanam paksa semakin diperluas menjadi Cultuurstelsel pada tahun 1830, di bawah Gubernur Herman Willem Daendels.