Booster Pfizer Gagal Blokir Omicron, Hanya Buat Gejala Jadi Ringan
Studi ungkap 'booster' Pfizer gagal blokir Omicron berdasarkan kasus terobosan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Suntikan vaksin penguat (booster) mRNA seperti yang dibuat oleh Pfizer Inc dan BioNTech SE dilaporkan gagal memblokir Omicron. Hasil itu terungkap dalam sebuah studi yang memeriksa beberapa kasus terobosan akibat Omicron.
Tujuh pengunjung Jerman ke Cape Town mengalami infeksi Covid-19 bergejala antara akhir November dan awal Desember. Penelitian pun dilakukan dan telah disahkan Universitas Cape Town dan Universitas Stellenbosch.
Peneliti mengatakan dalam temuan yang diterbitkan di The Lancet itu bahwa kasus ringan atau sedang, memberikan dukungan untuk kemampuan suntikan ekstra guna menangkis penyakit parah, kematian, dan rawat inap. Namun, temuan tersebut menunjukkan kemampuan Omicron yang mampu menghindari kekebalan. Hal itu baik yang dihasilkan oleh booster vaksin Covid-19 paling kuat sekalipun.
“Itu menggarisbawahi perlunya terus memerangi pandemi dengan langkah-langkah selain vaksinasi, seperti jarak sosial dan masker,” kata para penulis, seperti dilansir dari laman Fortune, Jumat (28/1/2022).
Suntikan tampaknya menghasilkan perlindungan terhadap Omicron dengan bagian lain dari sistem kekebalan selain antibodi, seperti sel-T. Sejauh ini, data rumah sakit dan kematian relatif tidak separah yang diakibatkan varian Delta.
Penyebaran global Omicron yang cepat, pertama kali diidentifikasi di Botswana dan Afrika Selatan pada akhir November. Kemudian hal itu mendorong beberapa negara seperti Inggris, AS, Afrika Selatan, dan negara-negara lain untuk meningkatkan atau memperkenalkan program serupa.
Namun, penelitian terbaru ini pun nyatanya harus menjadi batas dari rencana tersebut. Sebab, Omicron pada kenyataannya mampu menembus perlindungan booster.
Vaksin yang dibuat dengan teknologi mRNA baru telah mengemuka selama pandemi Covid-19. Suntikan menginstruksikan sel untuk membuat antibodi yang sangat spesifik memblokir lonjakan virus corona. Selain itu juga terhadap protein yang memungkinkannya memasuki sel. Inokulasi yang lebih tradisional menggunakan virus yang tidak aktif atau mati untuk merangsang respons dari sistem kekebalan.
Data awal dari uji coba Israel yang melibatkan 154 petugas kesehatan, dua pekan setelah penelitian itu dimulai, menunjukkan bahwa dosis keempat suntikan Pfizer tidak mencegah infeksi Omicron. Namun, mereka yang menjalani uji coba memiliki gejala ringan atau tidak sama sekali.
Data dari Inggris juga telah menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam perlindungan terhadap infeksi simtomatik dan rawat inap setelah suntikan booster. Akan tetapi menunjukkan mungkin ada kebutuhan untuk suntikan keempat bagi mereka yang berusia di atas 65 tahun, menurut laporan Bloomberg Intelligence.
Dalam studi Cape Town, empat orang Jerman menjalani pelatihan di rumah sakit setempat, tiga sedang berlibur, dan semuanya berusia antara 25 dan 39 tahun. Lima perempuan, dua laki-laki, dan tidak ada yang gemuk.
Lima telah menerima tiga dosis vaksin Pfizer-BioNTech, dan satu menerima suntikan Moderna Inc, juga dibuat dengan teknologi mRNA, diikuti booster Pfizer. Lainnya, menerima satu dosis vaksin vektor virus AstraZeneca Plc diikuti dua suntikan Pfizer. Tidak ada yang melaporkan infeksi Covid-19 sebelumnya. Lima subjek menerima dosis booster mereka pada akhir Oktober atau awal November.
“Kehadiran kelompok dari Jerman ini memberikan kesempatan unik untuk mempelajari infeksi terobosan Omicron pada individu dengan penguat vaksin mRNA,” kata para peneliti.
Semua subjek melaporkan timbulnya gejala pernapasan antara 30 November dan 2 Desember, dan akhirnya mengalami penyakit ringan atau sedang. Respons kuat dari sel-T terdeteksi pada subjek.
Menurut para peneliti, penyakit ringan hingga sedang menunjukkan bahwa vaksinasi penuh diikuti dengan dosis booster masih memberikan perlindungan yang baik terhadap penyakit parah akibat Omicron. Vaksin yang lebih baik pada akhirnya akan diperlukan untuk menghentikan infeksi simtomatik dengan Omicron.