Indonesia Desak Militer Myanmar Patuhi Lima Poin Konsensus
Pemerintah Indonesia desak militer Myanmar segera menindaklanjuti lima poin konsensus
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah Indonesia mendesak militer Myanmar segera menindaklanjuti lima poin konsensus yang disepakati dalam ASEAN Leaders Meeting di Jakarta pada 24 April 2021. Desakan itu disampaikan dalam rangka memperingati satu tahun aksi kudeta yang dilakukan militer Myanmar terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut.
“Hari ini menandai 1 tahun pengambilalihan kekuasaan oleh militer di Myanmar. Indonesia mengecam tindakan tersebut,” kata Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) lewat akun Twitter resminya, Selasa (1/2).
Kemenlu mengungkapkan, sebagai keluarga, ASEAN telah mengulurkan bantuan melalui lima poin konsensus yang disepakati tahun lalu. Namun Indonesia menyayangkan, sampai saat ini, tidak terdapat kemajuan signifikan dalam pelaksanaannya.
“Indonesia mendesak agar militer Myanmar dapat segera menindaklanjuti 5PC (lima poin konsensus) dan segera memberikan akses kepada Utusan Khusus ASEAN untuk dapat memulai kerjanya sesuai mandate para pemimpin ASEAN melalui 5PC,” kata Kemenlu.
Kemenlu mengungkapkan Indonesia menghargai dukungan dunia internasional pada lima poin konsensus ASEAN terkait Myanmar. “Indonesia akan terus memberikan bantuan dan perhatian pada keselamatan serta kesejahteraan rakyat Myanmar,” kata Kemenlu.
Pada 1 Februari tahun lalu, militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil di negara tersebut. Mereka menangkap pemimpin de facto Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa tokoh senior partai National League for Democracy (NLD).
Kudeta dan penangkapan sejumlah tokoh itu merupakan respons militer Myanmar atas dugaan kecurangan pemilu pada November 2020. Dalam pemilu itu, NLD pimpinan Suu Kyi menang telak dengan mengamankan 396 dari 476 kursi parlemen yang tersedia. Itu merupakan kemenangan kedua NLD sejak berakhirnya pemerintahan militer di sana pada 2011.
Setelah kudeta, hampir seluruh wilayah di Myanmar diguncang gelombang demonstrasi. Massa menentang kudeta dan menyerukan agar para pemimpin sipil yang ditangkap dibebaskan. Namun militer Myanmar merespons aksi tersebut secara represif dan brutal. Lebih dari 1.000 orang dilaporkan tewas selama unjuk rasa digelar.