Puspar UGM: Malioboro Jangan Berubah Seperti Jalan MH Thamrin

Jangan sampai kiri-kanan Malioboro justru kelak dihiasi bangunan pencakar langit.

Wihdan Hidayat / Republika
Deretan gerobak pedagang kaki lima (PKL) Malioboro menunggu pemindahan di Malioboro, Yogyakarta, Selasa (1/2/2022). Pemkot Yogyakarta memberikan waktu pindah PKL Malioboro hingga Senin (7/2/2022) mendatang di Teras Malioboro I dan II. Beberapa PKL mulai mengukur lapak baru dan memindahkan gerobak PKLnya. Surat pengumuman untuk memindahkan gerobak PKL juga sudah ditempel oleh petugas.
Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada (UGM) berharap kawasan Malioboro, Kota Yogyakarta, pasca relokasi PKL tidak berubah wujud seperti kawasan jalur pedestrian di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat.


"Harus dijamin Malioboro tidak berubah sosok seperti (jalur pedestrian) di Jalan MH Thamrin di Jakarta sana yang ada gedung-gedung pencakar langit di sisi kanan kiri jalan," kata Kepala Pusat Studi Pariwisata (Puspar) UGM Prof Janianton Damanik saat dihubungi di Yogyakarta, Rabu (2/2).

Ia tidak ingin pascarelokasi PKL, sisi kiri dan kanan Jalan Malioboro justru kelak dihiasi bangunan-bangunan pencakar langit laiknya kawasan jalur pedestrian di Jalan Sudirman-MH Thamrin, Jakarta Pusat.

"Jadi 'Kemalioboroannya' harus tetap ada, roh Malioboronya harus tetap menonjol," ucap Janianton.

Salah satu cara agar daya pikat yang melekat di Malioboro tidak hilang ialah dengan tidak membiarkan kawasan itu sekadar menjadi jalur pedestrian pada umumnya. Pemerintah DIY, menurut dia, perlu menerjemahkan makna Malioboro sebagai bagian dari sumbu filosofi Yogyakarta melalui berbagai narasi yang dipadu dengan atraksi seni dan budaya di sepanjang jalur itu.

"Kalau jalur pedestrian itu tidak ada event tentu kurang menarik. Kalau sekadar orang datang ke Malioboro untuk jalan saja itu kan tidak mungkin," tutur dia.

Menurut Guru Besar Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fisipol UGM ini, Pemda DIY memiliki sumber daya yang besar untuk merevitalisasi imej Malioboro, salah satunya dengan menggandeng Institut Seni Indonesia (ISI).

Dinas Kebudayaan DIY, kata dia, bisa memetakan berbagai sumber potensi kesenian dan kebudayaan untuk tampil di Malioboro secara berkala dengan menyusun agenda wisata (calendar of event)."Anak-anak ISI itu kan orang-orang kreatif, ya sudah misalnya satu minggu sekali bisa pameran di situ," kata dia.

Meski kelak PKL tak lagi dijumpai di selasar kiri dan kanan Malioboro, ia yakin kawasan sentra wisata belanja di pusat Kota Yogyakarta itu tetap memikat wisatawan asalkan rohnya tetap terjaga. Sebaliknya, ia optimistis penataan yang kini tengah dilakukan Pemda DIY bersama Pemkot Yogyakarta justru semakin membuat Malioboro lebih asri dan indah sehingga semakin mengundang wisatawan datang.

Ia tidak memungkiri bahwa sebagian wisatawan akan merasa kehilangan dengan pemandangan PKL yang melekat di kawasan itu."Tapi kan ke depan kita bicara market millenial yang sudah ahistoris dengan masa lalu Malioboro. Jadi dari sisi itu tidak terlalu berpengaruh," kata dia.

Kendati demikian, ia meminta Pemda DIY tetap menjamin daya jual dagangan PKL Malioboro di Teras Malioboro 1 maupun Teras Malioboro 2 dengan mengoptimalkan strategi promosi.Pemda DIY, kata dia, harus menjamin agar para PKL tidak mulai dari nol untuk menjajakan dagangannya di tempat yang baru tersebut.

Menurut dia, Pemda DIY bisa mencontoh penataan sentra pedagang burung di Belgia. Kendati direlokasi di tempat yang baru, wisatawan tetap berminat mencarinya lantaran narasi promosi yang dibangun dengan diksi yang tepat."Jadi promosi yang kita bangun ke ke depan itu bukan ke tempat relokasi PKL, tapi ayo belanja ke tempat PKL yang dikemas lebih indah jadi orang imejnya positif," katanya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler