Kit DNA Rumahan Ungkap 'Kesalahan' Praktik Bayi Tabung 29 Tahun Silam
Hasil tes DNA perempuan ini menambah panjang catatan kasus insiden bayi tabung.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang perempuan bernama Jessica Harvey Galloway mengajukan gugatan hukum setelah mendapati hasil tes DNA memperlihatkan bahwa dirinya bukan anak kandung dari orang tuanya. Jessica melakukan uji DNA sendiri di rumah melalui kit Ancestry.com.
Setelah melakukan uji mandiri itu, Jessica menemukan bahwa dia tidak memiliki hubungan genetik dengan ayahnya. Dalam gugatan yang diajukannya, perempuan berusia 29 tahun itu menuduh rumah sakit telah memakai sperma lain dalam perawatan kesuburan orang tuanya sebagai pasien bayi tabung.
Kejadian ini sekaligus menambah panjang catatan kasus penyalahgunaan sperma dalam proses bayi tabung. Jessica dan suaminya meminta kit Ancestry.com pada momen Natal 2020. Mereka berharap hadiah itu akan menghubungkan Jessica dengan kerabatnya di Italia sebelum berangkat ke Eropa.
Sebaliknya, hasil kit menunjukan bahwa Jessica tidak memiliki darah Italia. Dia sama sekali tidak terkait secara genetik dengan ayahnya yang punya darah Italia, menurut gugatan baru.
Ayah biologis Jessica, menurut gugatan tersebut, adalah orang asing lain yang spermanya disalahgunakan sebagai pengganti selama perawatan kesuburan orang tuanya pada 1991. Jessica dan keluarganya berbicara untuk menuntut regulasi yang lebih ketat dari industri kesuburan.
Jessica yang mengambil nama belakang suaminya setelah menikah tersebut meminta pertanggungjawaban rumah sakit dan dokter yang terlibat dalam campur tangan proses bayi tabung tersebut.
"Sebagai suami dan ayah, sangat sulit melihat keluarga Anda kesakitan, dan sumber rasa sakit adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa saya ubah," kata ayah Jessica, Mike Harvey, pada konferensi pers yang diselenggarakan oleh firma hukum mereka, Peiffer Wolf Carr Kane Conway & Wise, seperti dilansir dari Insider, Kamis (3/2/2022).
"Mempelajari bahwa seluruh realitas Anda tidak seperti yang Anda yakini sulit untuk dijelaskan. Ini seperti terbangun dalam kehidupan orang lain," lanjutnya.
Orang tua Jessica, Mike dan Jeanine Harvey, menjalani inseminasi buatan untuk mengandung Jessica pada 1991. Mike mengatakan, Jeanine menjalani inseminasi buatan atau penyisipan sperma secara klinis ke dalam rahim untuk membantu mengandung anak perempuan mereka.
Mike telah memberikan sampel sperma untuk digunakan dalam prosedur tersebut, menurut pengacara mereka. Selama hampir tiga dekade, keluarga itu mengaku tidak pernah menyangka bahwa Jessica bukanlah keturunan mereka secara biologis.
Mike dan Jeanine memercayai rumah sakit, Sistem Kesehatan Summa di Ohio, dan dokter mereka, dr Nicholas Spiritos. Jessica tumbuh dengan bangga akan darah Italianya dan paham akan risiko kesehatannya.
Keluarga Mike Harvey hidup dengan baik hingga usia 90-an dan tidak memiliki riwayat kanker ataupun diabetes. Namun, setelah menerima hasil tes DNA dari Ancestry.com, perasaan Jessica disebut seakan telah runtuh.
"Kami tidak bisa lagi berbagi lelucon kecil kami soal Italia atau menikmati kumpul-kumpul kecil kami ala Italia, itu terlalu menyakitkan baginya (Jessica). Darah Italianya telah sepenuhnya dilucuti darinya," kata Jeanine dalam konferensi pers.
Jessica menghabiskan waktu berbulan-bulan menggunakan Ancestry.com, Facebook, bantuan dari ahli silsilah, dan pengujian tambahan untuk mengidentifikasi ayah kandungnya. Dia dan suaminya juga telah menjalani perawatan kesuburan di klinik yang sama dan pada hari yang sama dengan keluarga Harvey.
Tidak jelas apa yang terjadi pada sperma Mike Harvey. "Apakah klinik menggunakan spermanya dalam prosedur pasien lain? Dan siapa pasien lainnya? Apakah mereka tidak punya hak untuk mengatakan yang sebenarnya?" kata Jeanine.
Menurut firma hukum Peiffer Wolf, rumah sakit, dan Spirtos belum memberikan jawaban maupun menawarkan untuk menjalankan tes sendiri atau meminta untuk diuji. Mengingat sangat terbatasnya informasi yang dimiliki dan jumlah waktu yang telah terlewat, tetap diharapkan agar pengacara yang mewakili keluarga akan bekerja sama untuk membuat langkah prioritas.
Peiffer Wolf telah menangani ratusan kasus pelanggaran pusat kesuburan, mulai dari embrio yang salah tempat hingga dokter yang menggunakan sperma mereka sendiri tanpa persetujuan dalam perawatan bayi tabung.
Pada 2019, pasangan New York City menggugat CHA Fertility Center yang berbasis di Los Angeles setelah mengetahui bahwa dua anak laki-laki dari pasangan lain tumbuh di rahim sang istri. Tahun lalu, pasangan tersebut menggugat klinik kesuburan mereka setelah pencampuran embrio menyebabkan sang istri mengandung anak pasangan lain.
Sementara itu, istri dari pasangan lainnya tersebut juga sedang hamil dan mulai membesarkan anak pasangan Los Angeles itu Peiffer Wolf telah mendorong undang-undang nasional untuk pengawasan yang lebih baik terhadap layanan bayi tabung dan klinik kesuburan.
Di Amerika Serikat, aturan soal pangkas rambut dinilai lebih bagus daripada aturan bayi tabung.
"Saya tahu bahwa kami tidak sendirian dalam penderitaan kami, begitu banyak keluarga lain telah melalui situasi yang sama yang tak terbayangkan dan telah dipaksa untuk menyatukan kembali potongan-potongan kehidupan mereka," kata Jessica dalam konferensi pers.
Bagi Jessica, hal ini menjadi tidak adil bagi banyak orang. Sama halnya seperti keluarga dan dirinya yang juga menganggap kasus ini tidak adil dan tidak boleh berlanjut.