Orang yang Alami Covid-19 Parah Tampak Kekurangan Vitamin yang Satu Ini

Studi mengungkap kekurangan vitamin tertentu berkaitan dengan keparahan Covid-19.

Flickr
Suplemen vitamin D (ilustrasi). Orang yang kekurangan vitamin D punya risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gejala parah Covid-19.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Vitamin D telah diyakini secara luas bisa membantu menjaga imunitas tubuh. Kini, studi terbaru dari Israel mengungkap bahwa seseorang dengan kadar vitamin D rendah lebih mungkin memiliki gejala Covid-19 yang parah bahkan kritis.

Studi yang diterbitkan di jurnal PLOS ONE ini didasarkan pada data dari dua gelombang pertama Covid-19 di Israel sebelum vaksin tersedia secara luas. Para peneliti juga mengingatkan bahwa suplemen vitamin D bukanlah pengganti vaksin, tetapi dapat membantu tingkat kekebalan.

"Kami melihat perbedaan antara pasien Covid-19 dengan gejala parah yang kekurangan vitamin D dibandingkan dengan yang tidak kekurangan vitamin D," kata penulis utama sekaligus dokter di Galilee Medical Centre, Amiel Dror, seperti dilansir WebMD pada Kamis (10/2/2022).

Meski penelitian dilakukan sebelum kemunculan varian omicron, namun itu sama sekali tidak memengaruhi efektivitas vitamin D. Pada intinya, vitamin D berperan penting dalam membantu memperkuat sistem kekebalan dalam menghadapi patogen virus yang menyerang sistem pernapasan.

Untuk sampai pada kesimpulan ini, tim peneliti mengamati kadar vitamin D dari 250 pasien positif Covid-19 yang dirawat di rumah sakit Galilee Medical Centre antara April 2020 hingga Februari 2021. Kadar vitamin D didasarkan pada skrining yang dilakukan sebelum rawat inap sebagai bagian dari pemeriksaan darah rutin atau untuk defisiensi vitamin D, berkisar antara 14 hingga 730 hari sebelum tes PCR positif.

Baca Juga


Pasien yang kekurangan vitamin D, 14 kali lebih mungkin mengalami gejala Covid-19 yang parah atau kritis. Terlebih lagi, tingkat kematian bagi pasien yang kekurangan vitamin D cukup tinggi, yakni 25,6 persen.

Sebaliknya, kelompok yang tercukupi kadar vitamin D-nya tingkat kematian hanya 2,3 persen. Perbedaan masih berlaku setelah peneliti mengontrol usia pasien, jenis kelamin, dan riwayat penyakit kronis.

Sebagai tambahan, tim peneliti juga telah melakukan kajian tentang korelasi vitamin D dan penyakit kronis sebelum pandemi. Hasilnya, selama dua tahun sebelum pandemi, vitamin D telah dikaitkan dengan keparahan penyakit.

"Artinya, setiap orang yang mengonsumsi suplemen vitamin D selama pandemi tidak memiliki kerugian apapun, selama mengasupnya dalam jumlah yang sesuai dengan saran dokter," kata Dror.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler