Ekonom Ingatkan Gejolak Inflasi Pangan akan Terjadi Tahun Ini

Indef proyeksi inflasi umum 2022 di kisaran 3,5 persen didominasi inflasi pangan

Antara/Patrik Cahyo Lumintu
Pedagang mengemas beras pesanan pelanggannya di salah satu agen beras di Surabaya, Jawa Timur. Kenaikan harga komoditas pangan baik secara global maupun di dalam negeri akan terjadi di tahun ini. Kenaikan harga tersebut secara langsung bakal memicu gejolak laju inflasi dari kelompok bahan pangan.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan harga komoditas pangan baik secara global maupun di dalam negeri akan terjadi di tahun ini. Kenaikan harga tersebut secara langsung bakal memicu gejolak laju inflasi dari kelompok bahan pangan.

Baca Juga


Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah, menuturkan, Indef memproyeksi angka inflasi umum 2022 mencapai kisaran 3,5 persen. Salah satu pendorong inflasi yang dominan yakni dari inflasi pangan.

"Harga pangan kemungkinan masih dan akan terus berfluktuasi. Apalagi ini menjelang Ramadhan dan harga akan sangat tinggi," kata Rusli kepada Republika.co.id, Ahad (13/2/2022).

Selain faktor bulan Ramadhan yang biasanya meningkatkan permintaan, penyebaran Covid-19 yang semakin terkendali akan mengerek lajut inflasi. Pasalnya, ketika kasus Omicron semakin melandai, otomatis kegiatan masyarakat akan lebih aktif dan meningkatkan permintaan.

Sementara itu secara global, kenaikan harga-harga pangan juga akan terjadi di tahun. Menurut Rusli, ada dua faktor yang menjadi pemicunya. Pertama, perubahan iklim di sebagian negara produsen pangan yang menurunkan produksi.

Kedua, tren pemulihan ekonomi global yang mmemicu lonjakan permintaan dunia terhadap pangan di saat kemampuan suplai belum sepenuhnya mampu mengikuti."Saat ini ada negara yang dalam proses menjadikan Covid-19 sebagai endemi ada juga yang belum. Otomatis membuat adanya kejutan permintaan, sementara produsen masih wait and see karena harus melihat mana pasar yang pasti karena sebagian masih menjadikan Covid-19 sebagai pandemi," ujarnya.

Rusli mengatakan, gejolak harga pangan saat ini setidaknya akan terjadi hingga pertengahan tahun. Tren penurunan harga kemungkinan baru akan terjadi pada semester kedua namun akan sangat tergantung pada situasi tren Covid-19.

Baca juga: Marak Token Artis, Masyarakat Diminta Hati-Hati Beli Aset Kripto

Sementara ini, menurut Rusli, pemerintah sebaiknya lebih fokus untuk menjaga stabilitas harga beras karena menjadi bahan pokok utama bagi masyarakat. Kenaikan harga beras sangat bertalian erat dengan komoditas pangan lain sehingga perlu dijaga.

"Tapi, sejauh ini kita melihat belum ada seperti serangan hama dan kita harapkan produksi aman," katanya.

Ekonom Senior Core Indonesia, Dwi Andreas Santosa, mengatakan, secara umum inflasi pangan 2022 akan lebih tinggi dari 2021.

Kenaikan harga bahan pangan impor di Indonesia diakibatkan oleh penurunan produksi dari negara produsen, seperti misalnya gula. Indonesia diketahui mengimpor gula mayoritas dari Brasil dan Thailand di mana kedua negara tersebut mengalami penurunan produksi.

Adapun kedelai impor yang juga terkerek naik akibat tren harga minyak nabati dunia yang sedang meninggi. Itu pula yang menyebabkan adanya kenaikan harga minyak sawit (CPO) yang diproduksi oleh Indonesia dan menguntungkan bagi neraca perdagangan.

Meski demikian, Andreas menilai, dua komoditas itu memiliki proporsi yang kecil dibanding beras sehingga pemerintah tak perlu khawatir secara berlebihan.

Sebaliknya, Andreas menilai yang perlu diwaspadai justru beras karena pangan pokok. "Tapi di saat harganya seharusnya naik saat ini justru turun dan tidak menguntungkan. Ini justru anomali dan kami prihatin. Jadi, inflasi pangan tidak perlu ditakutkan," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler