Memanfaatkan Ganja untuk Pengobatan, Bolehkah?
Bolehkah memanfaatkan ganja untuk pengobatan?
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah penyakit akan selalu ada obatnya. Namun bagaiman jika obat untuk menyembuhkan penyakit tersebut berlawanan dengan hukum syariah seperti ganja atau morfin yang memabukkan?
Seperti seorang yang menderita atrofi otot dan menderita kejang dan nyeri hebat pada otot. Dokter menyarankan untuk menggunakan ganja sedangkan obatan farmasi yang dapat digunakan sebagai pengganti ganja, memiliki efek samping yang buruk.
Melansir laman aboutislam.net, Allah Maha Bijaksana dengan yang Allah tetapkan baik ujian dan cobaan ciptaan-Nya. Maka mintalah pertolongan Allah untuk membebaskanmu dari kesulitan.
Dan mintalah kepada-Nya untuk membuat kita bersabar dan membantu untuk menaati-Nya dan menyembah-Nya dengan benar.
Terkait soal obat untuk menyembuhkan penyakit. Ganja adalah obat yang orang berasal dari tanaman ganja. Terkadang orang menyebutnya hashish atau rumput. Berkenaan dengan perbedaan antara kata-kata ini, hashish mengacu pada zat lengket atau resin, yang diperoleh dari pucuk tanaman ganja.
Mengenai efek obat ini, dikatakan dalam Al-Mawsu`ah al-`Arabiyyah al-`Aalamiyyah :
“Ganja mengandung lebih dari empat ratus zat kimia, dan ketika dihisap menghasilkan lebih dari dua ribu zat kimia yang masuk ke dalam tubuh melalui paru-paru. Zat kimia ini memiliki sejumlah efek jangka pendek langsung, di samping fakta bahwa penggunaan teratur terkait dengan sejumlah efek jangka panjang.”
Adapun hukum penggunaan ganja atau obat lain untuk menghilangkan rasa sakit, diperbolehkan dengan syarat,
Pertama, kebutuhan pasien akan obat ini telah mencapai tingkat kebutuhan.
Kedua, seorang dokter yang dapat dipercaya bersaksi bahwa obat itu akan bermanfaat dan membantu pasien.
Ketiga, penggunaan obat dibatasi pada tingkat yang ditentukan oleh kebutuhan.
Keempat, penggunaan obat ini diindikasikan dalam arti bahwa tidak ada obat lain yang boleh atau kurang dilarang yang dapat digunakan sebagai gantinya.
Kelima, obat ini tidak akan menyebabkan pasien kerugian yang lebih besar dari atau sama dengan kerugian yang sedang digunakan. Salah satu kerugian terbesar bagi pasien adalah kecanduan menggunakan obat.
Syarat tersebut berdasarkan kitab Ahkam al-Adwiyah fi'sh-Sharee'ah al-Islamiyyah , oleh Dr. Hasan al-Fakki (hal. 276).
Lalu dengan obat-obatan sejenis seperti petidin atau morfin yang merupakan obat-obatan yang menimbulkan efek memabukkan, dalam hal kebutuhan jika tidak diketahui zat lain yang dibolehkan yang dapat mengurangi rasa sakit pasien selain dari kedua zat tersebut, maka boleh menggunakan salah satu dari keduanya untuk meringankan rasa sakit dalam keadaan terpaksa, asalkan tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar atau lebih besar. bahaya yang sama, seperti kecanduan penggunaannya.” ( Fatawa al-Lajnah ad-Da'imah , 25/77-78)
Selama konferensi kedelapan Dewan Fiqh Medis tentang Pandangan Islam tentang Masalah Medis Tertentu, Zat Haram dan Kotor dalam Makanan dan Obat-obatan yang diadakan di Kuwait, 22-24 Dzul-Hijjah 1415 H/22-24 Mei 1995 M itu dinyatakan,
“Zat memabukkan (narkoba) itu haram dan tidak boleh dikonsumsi kecuali untuk tujuan pengobatan tertentu, dalam jumlah yang ditentukan oleh dokter, dan asalkan murni.”n