Omicron Mengganas, Bagaimana Nasib Fasyankes?
Omicron Mengganas, Bagaimana Nasib Fasyankes?
Omicron Mengganas, Bagaimanakah Nasib Fasyankes?
Oleh: Dhevy Hakim
Omicron semakin mengganas. Beberapa bulan pasca PPKM berlevel-leven dianggap sukses melandaikan kasus harian virus Corona, kini masyarakat dibuat cemas kembali. Sejak dua pekan terakhir, penambahan kasus harian covid-19 melewati angka 10.000. Data terbaru berdasarkan data dari Kemenkes per tanggal 16 Februari 2022 melaporkan tambahan kasus virus Corona (COVID-19) harian sebanyak 64.718 kasus. Angka tersebut merupakan penambahan kasus harian tertinggi selama pandemi.
Sekalipun yang terinfeksi tidak semua karena Omicron, akan tetapi hal ini cukup menunjukkan signifikansi pengaruh dari varian baru ini. Meledaknya kasus harian covid dapat dilihat dari keterisian tempat tidur atau bed occupancy (BOR).
Sejumlah rumah sakit di Jakarta dikabarkan tingkat BOR-nya mencapai 45%. Abraham Wirotomo selaku Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden membenarkan data tersebut. Beliau menyampaikan bahwa pihaknya menerima laporan jika warga Jakarta mulai kesulitan mencari rumah sakit akibat merebaknya Covid-19 varian Omicron. (26/1)
Pihak Kemenkes menindaklanjuti meledaknya kasus harian covid dengan melakukan konversi bed untuk pasien covid. Stok obat-obatan sejumlah jutaan dosis untuk RS mulai didistribusikan oleh Kemenkes.
Abraham juga menyampaikan sebagai upaya untuk menghadapi lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron, pemerintah melalui Kemenkes telah menyiapkan 1.011 rumah sakit, 82.168 tempat tidur untuk pasien Covid-19, jutaan stok obat-obatan untuk tiga bulan ke depan seperti Oseltamivir sebanyak 13 juta kapsul, Favipiravir 91 juta tablet, Remdesivir 1,7 juta vial, Azithromycin 11 juta tablet, dan multivitamin 147 juta. (bisnis.com, 28/1/2022)
Namun, pertanyaannya mampukah fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) bertahan?
Belajar dari Kasus Delta
Rumah sakit penuh, banyak pasien harus mengantri, bahkan rela berada di emperan rumah sakit. Satu keluarga terinfeksi kebingungan mencari rumah sakit. Kesana kemari hingga frustasi bahkan meninggal sebelum mendapatkan pelayanan. Warga yang harus isoman (isolasi mandiri) tak kalah diliputi rasa kepanikan, oksigen habis, kesana kemari mencari tabung oksigen tidak dapat, hingga hanya bisa pasrah dan nyawa melayang di rumahnya sendiri. Sekilas begitulah pemandangan beberapa bulan lalu, saat varian delta masuk ke Indonesia.
Semestinya menghadapi kondisi ini belajar dari kasus-kasus sebelumnya. Saat itu, TKA India justru dibolehkan masuk padahal di negaranya sedang dalam kondisi parah meluasnya Corona varian delta. Akibatnya fasyankes tumbang. Cakupan BOR membludak, obat dan vitamin kekurangan, oksigen menjadi barang langka. Para nakes dan juga pasien banyak yang meninggal.
Omicron sebagai varian baru hasil mutasi dari virus Sars Cov-2 atau virus Corona sedikit banyak memiliki cara penularan yang sama. Virus tersebut akan bertahan hidup jika ketemu ACE-2 yakni yang dimiliki manusia. Artinya virus tersebut akan mudah menginfeksi jika virus ketemu inangnya.
Dari sini sebetulnya, cara yang paling efektif meluasnya virus Corona apapun variannya adalah dengan menghentikan bertemunya virus yakni yang berada di orang yang terinfeksi dengan orang yang sehat. Semestinya ada pemisahan orang sakit dengan orang yang sehat. Termasuk tidak bertemunya mereka. Oleh karenanya ada tindakan testing untuk pelacakan yang sakit, ada tindakan isolasi atau karantina sebagai langkah ‘threatment’, dan lockdown sebagai upaya mitigasi penyebaran virus dari wilayah episentrum wabah.
Pelaku perjalanan ke luar negeri ataupun warga negara asing yang masuk ke Indonesia dalam hal ini juga selayaknya mendapatkan perhatian khusus. Juru Bicara Nasional Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito mengatakan, “Salah satu peran kunci masyarakat dalam mencegah meluasnya penularan Covid-19 adalah dengan menunda perjalanan ke luar negeri yang tidak mendesak.” (20/1)
Ya, semestinya para pelaku perjalanan ke luar negeri bersabar sejenak demi keamanan bagi yang lain. Pun negara seyogyanya bersikap tegas kepada WNA ataupun TKA yang masuk ke Indonesia, terlebih bagi WNA/TKA yang berasal dari episentrum wabah. Jika hal ini tidak dilakukan, dipastikan kejadian seperti saat varian delta menyerang akan kembali berulang. Fasyankes pun kembali tumbang.
Butuh Solusi Tuntas
Setiap masalah tentu ada solusinya, terlebih bagi mereka yang beriman. Solusi yang ditawarkan saat ini perlu disadari solusi yang berasal dari kapitalisme. Dunia saat ini berada dalam kepemimpinan kapitalisme, oleh karenanya suka tidak suka harus mengikutinya.
Sedangkan sistem kapitalisme sendiri dalam menjalankan rodanya senantiasa bertumpu pada pemilik modal. Tak heran segala kebijakan akan diputuskan berdasarkan untung rugi para pengusaha. Fakta jelas demikian adanya. Tentu masih ingat dengan kebijakan new normal ataupun program pemerintah pemulihan ekonomi nasional dan pengendalian covid-19. Itu semua jelas bentuk kompromi dari pengusaha yang tidak mau mennggung kerugian jika mengambil kebijakan lock down.
Begitulah nasib jikalau menggunakan sistem berasal dari pemikiran manusia. Berbeda dengan Islam. Islam dibawa oleh Rasulullah dengan seperangkat aturan yang berasal dari wahyu Allah SWT. Syariat yang dibawa oleh Rasulullah pun sudah komplit, pun masalah penanganan wabah dan terkait kesehatan.
Semisal Rasulullah melarang melarang mencampur unta yang sakit dengan yang sehat. Hal ini mengindikasikan tidak boleh juga mencampurkan orang yang terkenal penyakit menular dengan orang yang sehat. Kekinian, sebetulnya tindakan tes dan tracing tidak lain digunakan untuk memisahkan yang sakit.
Begitu pula dengan pelarangan memasuki suatu wilayah yang terkena wabah atau sebaliknya dilarang keluar wilayah bila dirinya berada di wilayah wabah. Rasulullah SAW telah bersabda berdasarkan riwayat Bukhari Muslim, “Tha’un (penyakit menular/wabah kolera) adalah suatu peringatan dari Allah SWT untuk menguji hamba-Nya dari kalangan manusia. Maka apabila kamu mendengar penyakit itu menjangkit suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari daripadanya.”
Insyaallah, dengan menggunakan syariat Islam pandemi covid-19 ini akan selesai. Tinggal mau atau tidak mengambilnya. Kalau saya mau, anda bagaimana?
Wallahu a’lam.