Mahasiswi Muslim India Tolak Buka Jilbab Saat Masuk Kelas

OKI mendesak komite internasional untuk mengambil tindakan yang diperlukan.

EPA-EFE/SHAHZAIB AKBER
Mahasiswa dari Universitas Karachi meneriakkan slogan-slogan menentang India setelah seorang gadis Muslim di negara bagian Karnataka ditolak masuk ke perguruan tinggi karena menentang larangan hijab negara bagian, di Karachi, Pakistan, 14 Februari 2022.
Rep: Rizki Jaramaya Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Sebagian besar mahasiswi Muslim India menolak melepaskan jilbab sebelum memasuki kelas di beberapa perguruan tinggi pra-universitas di negara bagian Karnataka. Press Trust of India melaporkan, para mahasiswi menolak melepas jilbab mereka di kota Shivamogga dan lebih memilih tidak masuk kelas.


Perguruan tinggi di India dibuka kembali pada Rabu (16/2) setelah ditutup selama sepekan, di tengah perselisihan tentang larangan jilbab. Rekaman video yang dibagikan di media sosial menunjukkan, mahasiswi di berbagai perguruan tinggi di Karnataka diminta untuk melepas jilbab sebelum memasuki kelas. Sebagian besar dari mereka menolak untuk melakukannya.

Pekan lalu, Pengadilan Tinggi Karnataka memutuskan untuk melarang siswa mengenakan pakaian keagamaan sampai membuat keputusan akhir tentang masalah tersebut. Sebuah panel tiga hakim telah mendengar kasus larangan jilbab sejak Senin (14/2), untuk memutuskan apakah sekolah dan perguruan tinggi dapat memerintahkan siswa melepas jilbab di ruang kelas.

Ketua Menteri Karnataka, Basavraj Bommai, mengatakan, perintah pengadilan berlaku untuk institusi yang memiliki aturan berpakaian. "Perintah tidak berlaku di tempat yang tidak ada aturan berpakaian," katanya, dikutip Anadolu Agency, Kamis (17/2).

Sekelompok wanita Muslim mengajukan petisi menentang perintah pemerintah yang melarang jilbab di lingkungan kampus. Perselisihan mengenai larangan jilbab meletus setelah sebuah perguruan tinggi di Karnataka meminta siswa melepas jilbab mereka di dalam kelas.

Mereka yang memprotes langkah tersebut, mengutip Konstitusi yang mengizinkan orang India mengenakan pakaian pilihan mereka dan menampilkan simbol-simbol agama.

Menurut Konstitusi, setiap warga negara berhak untuk menjalankan, menganut dan menyebarkan agama.  Hak hanya dapat dibatasi atas dasar ketertiban umum, moralitas, dan kesehatan.

Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menyatakan keprihatinan mendalam atas kontroversi jilbab di India. Menurut OKI, larangan jilbab tersebut merupakan bentuk genosida Muslim oleh kelompok sayap kanan Hindu di India. OKI mendesak komite internasional, khususnya PBB, untuk mengambil tindakan yang diperlukan terkait masalah ini.

Pemerintah India mengkritik pernyataan OKI terkait larangan jilbab. Juru bicara Kementerian Luar Negeri  Arindam Bagchi, mengatakan, OKI disusupi oleh kepentingan pribadi untuk mengedepankan propaganda jahat terhadap India.

"Masalah di India dipertimbangkan dan diselesaikan sesuai dengan kerangka dan mekanisme konstitusional kami, serta etos dan pemerintahan demokratis," ujar Baghci.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler