Kasus Kematian Akibat Omicron, Prof Tjandra: 54 Persen tidak Punya Komorbid

Prof Tjandra mengingatkan kasus kematian tidak dialami yang punya komorbid saja.

ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/nz
Petugas mengusung peti jenazah pasien Covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta. Kasus kematian pada pasien Covid-19 terjadi bukan saja pada mereka yang memiliki komorbid.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pasca Sarjana Universitas Yarsi Prof Tjandra Yoga Aditama membedah data Kementerian Kesehatan RI pada Selasa (22/2/2022) mengenai total kasus kematian Covid-19 sejak wabah omicron merebak, yakni 2.484 jiwa. Dari yang meninggal itu, 46 persen memiliki komorbid, dengan kata lain lebih dari separuhnya (54 persen) tidak memiliki komorbid.

"Artinya, penyakit memberat sampai menuju kematian memang tidak sepenuhnya karena adanya komorbid," kata Prof Tjandra di Jakarta, Rabu (23/2/2022).

Berdasarkan data Kemenkes, disebutkan pula bahwa yang meninggal 53 persen adalah lansia. Artinya, hampir separuh (47 persen) yang meninggal bukanlah kelompok umur lansia.

"Jadi ancaman penyakit berat sampai meninggal memang dapat terjadi di berbagai kelompok umur," jelas Prof Tjandra yang juga guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Meskipun saat ini angka kematian jauh lebih rendah daripada waktu varian delta tahun lalu, menurut Prof Tjandra tetap ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, setiap nyawa yang hilang tentu amat berharga dan tidak dapat tergantikan dengan apapun juga. Kedua, angka kematian terus naik dari hari ke hari.

"Kita amat berduka karena pada 11 Februari 2022 ada 100 orang warga kita yang wafat karena Covid-19, dan tidak sampai sepekan pada 17 Februari angkanya naik dua kali lipat menjadi 206 kasus, dan pada 18 Februari naik lagi jadi 216 yang meninggal," ungkapnya.

Baca Juga


Prof Tjandra tak memungkiri sempat ada penurunan angka kematian di bawah angka 200 pada tanggal 19, 20 dan 21 Februari. Namun, pada Selasa (22/2/ 2022) angka kematian kembali naik menjadi 257.

"Itu jumlah tertinggi di masa omicron. Pada 6 Januari 2022, ada empat warga yang wafat karena Covid-19, jadi sekarang sudah meningkat lebih 50 kali lipat," tutur Prof Tjandra.

Di satu sisi, Prof Tjandra mengakui bahwa jumlah yang penderita Covid-19 yang wafat jauh lebih rendah daripada saat varian delta mendominasi. Itu karena varian omicron infeksinya memang tidak seberat delta.

"Tetapi, dua pertimbangan di atas dalam memandang kematian ini perlu kita resapkan, tidak semata-mata hanya melihat perbandingan angkanya saja," tutur mantan direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler