Siaga Omicron Hingga Libur Lebaran
Indonesia harus mewaspadai masa libur Lebaran yang kerap jadi pemicu kenaikan kasus.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rr Laeny Sulistyawati, Dian Fath Risalah, Antara
Penambahan kasus harian Covid-19 masih bersifat fluktuatif. Hari ini berdasarkan data dari Satgas Covid-19 terkini kasus harian Covid-19 di Indonesia mulai turun, pada Kamis (24/2/2022) kasus konfirmasi sebanyak 57.426. Sehingga total saat ini sudah ada 5.408.328 kasus Covid-19 di Tanah Air.
Pakar Mikrobiologi Universitas Indonesia Amin Soebandrio mengaku belum bisa memprediksi kasus Covid-19 di Tanah Air yang kini tengah melonjak kapan bisa menurun. Apalagi, dalam waktu dekat yaitu April hingga awal Mei 2022 mendatang adalah momen Ramadhan dan Idul Fitri. Biasanya terjadi peningkatan kasus Covid-19 setelahnya.
"Kalau berkaca dari negara-negara lain, prediksi puncak kasus Covid-19, khususnya varian Omicron muncul dalam dua sampai tiga bulan sejak kasus pertama terdeteksi. Kami harapkan Indonesia juga seperti itu tetapi kami belum tahu kapan puncak Omicron itu tercapai," katanya saat mengisi konferensi virtual Asian Insights Conference 2022 sesi pertama bertajuk The Road To Endemic: Finding Normal In New Normal, Kamis (24/2/2022).
Sebab, dia melanjutkan, puncak kasus Covid-19 tidak selalu mulus, angkanya sempat turun kemudian naik lagi kemudian angka kasus kembali turun. Namun, beberapa negara yang alami puncak kasus kemudian mengalami penurunan secara stabil. Ia berharap, puncak kasus Covid-19 di Indonesia segera turun.
Kendati demikian, Amin memperkirakan masih butuh waktu beberapa pekan mendatang. Ini berdasarkan data yang Amin peroleh saat ini yaitu kasus Covid-19 kebanyakan dari Jawa. Kemudian, pengiriman sampel untuk dilakukan tes pengurutan keseluruhan genom (Whole Genome Sequencing/WGS) untuk menentukan Omicron juga masih terbatas, hanya dari Jawa, beberapa provinsi juga mengirimkan sampel ke institusi di Jawa.
Jadi, dia menambahkan, kalau disebut varian Omicron sudah mendominasi 97 hingga 98 persen dari virus yang bersirkulasi di Indonesia maka data itu belum representatif seluruh wilayah Tanah Air. "Kita harus mengantisipasi varian Delta masih ada di daerah lain di Indonesia dan tak tahu varian mana yang bersirkulasi. Kita harus mengantisipasi di daerah lain di Indonesia bahwa varian Delta masih ada," katanya.
Selain itu, Amin meminta masyarakat jangan menganggap Omicron ringan kemudian santai. Apalagi, ia mengingatkan dalam waktu sebulan hingga dua bulan mendatang sudah memasuki puasa dan ada beberapa aktivitas yang menyebabkan masyarakat berkumpul, mulai dari shalat tarawih, sampai nanti hari raya.
Kalau belajar dari pengalaman tahun lalu, dia melanjutkan, pemerintah Indonesia berhasil mengendalikan mobilitas masyarakat sampai Lebaran. "Tetapi setelah Lebaran justru terjadi peningkatan kasus Covid-19 dan puncaknya kan Juni-Juli 2021 kemarin. Mudah-mudahan tahun ini tidak terjadi," katanya.
Jika belajar dari pengalaman tahun lalu, ia menegaskan dibutuhkan peran tidak hanya dilakukan pemerintah melainkan juga masyarakat. Tidak hanya masyarakat menengah ke bawah, Amin meminta masyarakat menengah ke atas juga harus berpartisipasi. Sebab, ia mengingatkan kunci keberhasilan pengendalian Covid-19 ada di masyarakat.
"Kalau semua bisa disiplin dalam upaya (protokol kesehatan) 5M, pemerintah melaksanakan 3T, kemudian menuntaskan vaksinasi maka itu luar biasa. Diharapkan dengan upaya itu kita bisa menurunkan jumlah kasus Covid-19 tanpa mengalami puncak karena ada mobilitas atau kerumunan masyarakat," katanya.
Hari ini, kematian Covid-19 bertambah 317 dalam 24 jam terakhir kemarin. Sehingga total kasus kematian mencapai 147.342.
Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengatakan pandemi Covid-19 di Indonesia sudah berlangsung selama hampir dua tahun. Dalam perjalanannya telah terjadi dua puncak gelombang kasus, di mana puncak tertinggi terjadi pada bulan Juni dan Juli 2021 yang lalu.
"Kementerian Kesehatan konsisten menerapkan empat strategi untuk menangani pandemi covid 19 termasuk varian Omicron. Strategi pertama adalah strategi protokol kesehatan atau 5M," kata Budi di Jakarta, Kamis (24/2/2022).
Strategi kedua adalah strategi surveilans atau 3T. Strategi ketiga adalah strategi vaksinasi dan strategi keempat adalah strategi terapiutik atau perawatan.
Adapun upaya-upaya percepatan vaksinasi Covid-19 yang telah dilakukan di antaranya, meningkatkan komunikasi informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan yang kerjasama dengan Kementerian, lembaga terkait, TNI-Polri, organisasi masyarakat, organisasi profesi dan unsur-unsur lainnya, baik dalam pelaksanaan program vaksinasi, identifikasi sasaran yang belum mendapatkan vaksin, serta edukasi kepada masyarakat. Budi mengatakan, sesuai prediksi para ahli pandemi akan berlangsung lama dan tidak ada yang tahu berapa lama.
"Sehingga kita harus dapat beradaptasi agar tetap bisa hidup secara produktif, dan menjaga sistem kesehatan kita agar selalu kuat dan menjaga roda perekonomian agar terus berjalan," tegasnya.
"Masyarakat harus terus diingatkan untuk menerapkan protokol kesehatan dan memberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat yang terus disesuaikan dengan perubahan situasi pandemi di masing-masing wilayah," sambungnya.
Sebelumnya epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengemukakan bahwa kasus kematian akibat Covid-19 merupakan indikasi adanya titik lemah dalam sistem kesehatan. "Satu kematian itu suatu studi yang harus dilakukan mendalam untuk mencari tahu apa titik lemah dari sistem di level masyarakat dan pemerintah," kata Dicky.
"Kita perlu ingat bahwa satu kasus kematian merupakan kontribusi dari banyak kasus infeksi di masyarakat. Setidaknya kalau bicara Delta, 100 kasus infeksi berkontribusi pada satu kasus kematian. Kalau untuk Omicron itu bisa lebih banyak lagi," katanya.
Menurut Dicky, satu kasus kematian akibat Covid-19 menandakan adanya keterlambatan dalam mendeteksi dini penularan penyakit pada masa wabah. Ia menyampaikan adanya keterbatasan dalam upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendeteksi dini kasus penularan Covid-19, antara lain keterbatasan kemampuan melakukan pemeriksaan yang antara lain dipengaruhi oleh jumlah warga yang terinfeksi virus corona namun tidak mengalami gejala sakit.
Orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 namun tidak mengalami gejala sakit bisa terlewat dari pemeriksaan sehingga tidak terdata sebagai penderita Covid-19 dan berisiko menularkan virus kepada orang lain. "Sehingga kasusnya saat ini lebih banyak (dari yang terdata). Dalam penilaian level oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebenarnya apa yang ditemukan pemerintah jauh lebih kecil dari yang ada di masyarakat," kata Dicky.