Operasi Pasar Minyak Goreng Mestinya Sesuai Kajian
OP minyak goreng di Kabupaten Semarang kurang efektif.
REPUBLIKA.CO.ID,UNGARAN -- Pelaksanaan operasi pasar minyak goreng yang dilakukan serentak di pasar tradisional di wilayah Kabupaten Semarang, Kamis (24/2) kemarin, masih menyisakan keluhan dari pedagang maupun masyarakat.
Terutama mereka yang tidak mendapatkan kesempatan memperoleh minyak goreng dengan harga HET, akibat keterbatasan kuota/ alokasi minyak goreng yang dijual untuk mengatasi kelangkaan di tengah masyarakat.
Menanggapi hal ini, anggota Komisi B DPRD Kabupaten Semarang, Rizka Dwi Prasetyo mengungkapkan, Dinas Koperasi Usaha Mikro Perindustrian dan Perdagangan (Diskumperindag) Kabupaten Semarang –mestinya— juga menghitung berapa sebenarnya kebutuhan untuk setiap pasar di Kabupaten Semarang.
Sehingga, saat operasi pasar tersebut dilakukan akan optimal dalam mengatasi permasalahan minyak goreng di tengah- tengah masyarakat.
“Bagaimana akan bisa efektif mengatasi persoalan minyak goreng, kalau alokasi untuk operasi pasar saja terbatas, sementara masyarakat yang membutuhkan jauh lebih banyak,” ungkapnya, di Ungaran, Kabupaten Semarang, Kamis (25/2).
Menurut Rizka, operasi pasar dalam rangka menstabilkan harga minyak goreng sekaligus untuk mengatasi kelangkaan perlu kajian terlebih dahulu. Terutama terkait dengan berapa jumlah kebutuhan setiap pasar.
Bisa jadi kebutuhan setiap pasar akan berbeda karena sangat tergantung dengan kondisi atau klasifikasi pasar tradisional yang ada di Kabupaten Semarang. “Dengan begitu operasi pasar akan efektif megatasi persoalan yang terjadi di masyarakat,” tegasnya.
Di lain pihak, legislator PDIP Kabupaten Semarang ini juga menyampaikan, problem kelangkaan minyak goreng yang terjadi hingga saat ini memang tidak lepas dari kondisi konstelasi internasional.
Mestinya --dalam mengatasi permasalahan ini-- Pemerintah bisa menghitung terlebih dahulu berapa kapasitas produksi minyak goreng nasional dalam satu tahun. Termasuk juga berapa suplai dan demand-nya.
Sehingga pengawasan terhadap proses distribusinya akan jelas dan dapat dilakukan dengan mudah dan Pemerintah juga harus memberikan kepastian bahwa minyak goreng tidak akan langka atau hilang dan namun tetap akan diproduksi terus.
Maka Pemerintah Pusat mendata kembali suplainya dan demand-nya, termasuk harga layak HET-nya berapa. Karena --mengapa ekspor terlalu tinggi—bisa jadi karena disparitas harga di luar dengan harga domestik terlalu besar.
“Sehingga bahan baku minyak goreng (sawit) lebih banyak yang lari ke luar negeri dan untuk kebutuhan dalam negeri semakin berkurang,” lanjutnya.
Riska menambahkan, terkait problem minyak goreng ini Pemerintah Pusat --apalagi pemerintah daerah-- tidak bisa sendiri. Makan dalam situasi ini pemahaman kepada masyarakat agar tidak panic buying juga harus diberikan.
Sehingga masyarakat yang punya duit bisa melakukan aksi borong guna mengantisipasi kebutuhannya. “Maka ia juga berharap diskumperindag pun penting memberikan pemahaman kepada masyarakat di Kabupaten Semarang agar tidak panic buying dan membeli minyak goreng secukupnya,” tegas Rizka.