Menko PMK: Santri Harus Kuasai Ilmu Pengetahuan dengan Kunci 5C

Ada 5 lima hal C yang menjadi kunci dalam mendidik generasi bangsa.

Antara/Muhammad Adimaja
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menekankan kepada para santri agar menguasai ilmu pengetahuan. Hal itu penting dalam menghadapi tantangan zaman sekaligus persaingan di era revolusi industri 4.0.

Baca Juga


“Tahfidz Qur’an itu bagus, kuasai ilmu akhirat itu bagus, tapi kuasai juga ilmu pengetahuan. Jangan hanya satu, dua-duanya harus kita kuasai,” tutur Menko PMK saat memberikan sambutan sebelum melakukan peletakan batu pertama bangunan asrama Pondok Pesantren Modern Al-Kautsar Muhammadiyah di Kabupaten Lima Puluh Kota, Jumat (4/3/2022).

Di antara ilmu pengetahuan yang wajib dikuasai yaitu matematika dan bahasa. Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menjelaskan bahwa matematika sangat berguna sebagai dasar untuk menguasai berbagai bidang dalam merebut era 4.0. Begitu juga bahasa sangat penting sebagai alat komunikasi.

Menurutnya, ada 5 lima hal C yang menjadi kunci dalam mendidik generasi bangsa. Pertama, critical thinking atau melatih anak-anak berpikir kritis. Kedua, creativity and innovation atau mengajarkan kreatif dan inovatif. Ketiga, communication skill atau kemampuan berkomunikasi. Keempat, collaboration karena yang dibutuhkan dunia saat ini bukanlah kompetisi melainkan kolaborasi. Kelima, confident atau pentingnya membangun percaya diri khususnya bagi para santri

“Anak-anak di pesantren itu harus diberikan ruang. Beri mereka keleluasaan untuk bisa menguasai dunia. Agama juga mengatakan kalau kita ingin mendapatkan dunia maka kita akan mendapatkan itu, tapi kuasai ilmunya,” cetus Muhadjir.

Muhadjir berpesan kepada para pengurus pondok pesantren untuk menjaga keseimbangan pendidikan antara pendidikan dasar keislaman dan keindonesiaan. Diharapkan, jangan terlalu keislaman tetapi juga jangan terlalu keindonesiaan.

“Jagalah kesimbangan pendidikan kita. Terlalu keislaman tidak bagus, terlalu keindonesiaan juga tidak bagus. Karena kita islam dan kita tinggal di Indoensia, dua-duanya harus imbang,” tandasnya.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler