Tahanan Palestina akan Mogok Massal Protes Tindakan Represif Israel
Mogok makan masal tahanan Palestina di Israel akan terjadi akhir Maret
REPUBLIKA.CO.ID, TELAVIV— Kelompok tahanan Palestina yang mewakili para tahanan di penjara-penjara Israel telah mengumumkan rencana mogok makan massal mereka pada akhir bulan ini. Aksi ini dilakukan sebagai protes atas tindakan represif otoritas pendudukan Israel terhadap mereka.
Dilansir dari The New Arab, Jumat (4/3/2022), keputusan itu diambil setelah sesi diskusi antara Komite Darurat Nasional Tertinggi untuk Tahanan dan beberapa administrasi penjara, menurut Masyarakat Tahanan Palestina (PPS).
Para tahanan Palestina memberi tahu pejabat administrasi terkait bahwa mereka akan meningkatkan aksi protes mereka terhadap penahanan mereka, sampai tuntutan mereka dipenuhi.
Pernyataan itu menyimpulkan bahwa para tahanan akan memulai mogok makan pada 25 Maret, jika kebijakan Israel, seperti menempatkan tahanan di sel isolasi dan menggeledah mereka secara paksa, terus berlanjut.
Protes terhadap kebijakan represif terjadi setelah berbulan-bulan beberapa insiden, seperti peristiwa pecahnya penjara Gilboa. Ada enam tahanan Palestina yang berhasil melarikan diri dari penjara dengan keamanan maksimum di Israel Utara tersebut.
Para tahanan itu akhirnya ditangkap kembali dan menjadi sasaran kekerasan fisik dan penahanan ekstra. Tahanan Gilboa lainnya juga dipukuli dan disiksa tanpa kehadiran para pelarian.
Bulan lalu, tahanan di bagian Palestina di penjara Israel di Rimon diserang secara fisik oleh unit represi Israel, menurut PPS.
Pihak berwenang menyita barang-barang tahanan Palestina dan merusak kamar mereka. Insiden serupa terjadi bulan lalu di penjara Nafha, penjara Negev selatan yang diduduki, menurut Al Jazeera.
Tahanan Palestina sebelumnya telah memprotes kondisi dan perlakuan buruk mereka dengan melakukan mogok makan dalam beberapa kesempatan.
Pada 2019, sebanyak 400 tahanan Palestina terlibat dalam mogok makan massal di banyak penjara Israel sampai tuntutan mereka akan perawatan dan kondisi medis yang lebih baik, lebih banyak kunjungan keluarga dan akses ke telepon umum dipenuhi, menurut The Electronic Intifada yang berbasis di Chicago. Pemogokan berakhir dengan Israel mengakui tuntutan mereka.
Jumlah tahanan Palestina di penjara pendudukan Israel telah mencapai hampir 4.500, termasuk wanita dan anak-anak, menurut kelompok hak asasi tahanan.
Sekitar 500 tahanan Palestina ditahan di tahanan administratif Israel tanpa tuduhan atau pengadilan.
Di bawah perintah penahanan administratif, Israel memenjarakan warga Palestina selama enam bulan sekaligus, yang dapat diperpanjang tanpa batas waktu. Israel mengatakan prosedur itu memungkinkan pihak berwenang menahan tersangka dalam tindakan untuk "mencegah serangan" sambil terus mengumpulkan bukti.
Kelompok-kelompok hak asasi mengatakan sistem seperti itu kejam terhadap anak-anak Palestina, yang sebagian besar ditangkap karena dicurigai melempar batu.