Gapki Gandeng NU Teken Kerja Sama Pendampingan Petani Sawit

Gapki bersama NU akan bersama meremajakan sawit bagi petani NU.

SYIFA YULINNAS/ANTARA
Pekerja menurunkan Tanda Buah Segar (TBS) sawit dari dalam truk (ilustrasi). Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bersama dengan Nahdhatul Ulama (NU) menandatangani memorandum of understanding (MoU) kerja sama pendampingan kemitraan petani sawit warga NU.
Rep: Dedy Darmawan Nasution Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bersama dengan Nahdhatul Ulama (NU) menandatangani memorandum of understanding (MoU) kerja sama pendampingan kemitraan petani sawit warga NU. Kerja sama tersebut dalam bentuk pembinaan oleh industri dan pendidikan dalam budidaya sawit.
 
"Gapki bersama NU akan bekerja sama dalam pelaksanaan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) bagi petani NU melalui kemitraan dengan perusahaan sawit dalam bentuk pembinaan dan pendidikan," kata Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono, dalam keterangan resminya, Ahad (6/3/2022).
 
Menurut Joko, MoU ini penting agar petani sawit NU dapat terus meningkatkan produktivitas dalam budidaya kelapa sawit. "Dengan produktivitas yang lebih baik, diharapkan petani sawit lebih sejahtera," tambahnya.
 
Produktivitas dan kesejahteraan petani, menurut Joko, sangat penting bagi perkembanbangan sebuah wilayah. Ia menjelaskan bahwa semakin sejahtera petani, maka roda perekonomian disebuah daerah akan lebih cepat berputar. Dengan demikian, akan terjadi efek berganda yang menyebabkan sektor-sektor lain yang mendukung industri sawit dan juga kebutuhan petani ikut berputar.
 
Joko menyebutkan, sawit telah membangun ekonomi daerah. Wilayah yang memiliki sawit mengalami peningkatan perekonomian yang signifikan. Oleh karenanya, wilayah tersebut berkembang baik secara ekonomi maupun sosialnya.

"Sawit mampu membangun peradaban di daerah-daerah yang dahulu dalam kondisi terpencil," tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama, Yahya Chalil Staquf, mengatakan, Kerajaan Sriwijaya yang besar selama 700 tahun harus kehilangan kejayaannya karena gagal mengelola alam. "Sriwijaya kalah karena gagal merawat Sungai Musi sehingga terjadi pendangkalan. Karenanya, akses Sriwijaya terhadap dunia luar menjadi terputus," ujar dia.
 
Hal inilah yang mendasari NU untuk terus menjaga alam. "Ini adalah wujud formulasi gagasan NU bersama dengan pemerintah, dan pengusaha-swasta untuk berupaya mengikhtiarkan kemakmuran sekaligus merawat alam," tegasnya.

Baca Juga


 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler