China Laporkan Lonjakan Kasus Covid-19

China daratan melaporkan 214 kasus infeksi baru selama 24 jam pada Senin (7/3/2022).

AP/AP
Warga yang mengenakan masker untuk membantu melindungi diri dari COVID-19 bergerak di sepanjang jalan di Wuhan di Provinsi Hubei, China tengah, Minggu, 23 Januari 2022. China melaporkan lonjakan baru dalam kasus Covid-19 di seluruh negara.
Rep: Dwina Agustin Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China melaporkan lonjakan baru dalam kasus Covid-19 di seluruh negara. Padahal pemerintah telah menerapkan pendekatan "zero toleransi" yang ketat untuk menangani wabah.

Baca Juga


China daratan melaporkan 214 kasus infeksi baru selama 24 jam  pada Senin (7/3/2022). Sebanyak 69, kasus berasal dari provinsi selatan Guangdong yang berbatasan dengan Hong Kong dan telah mencatat puluhan ribu kasus per hari sebelumnya. Sebanyak 54 kasus lainnya dilaporkan di provinsi Jilin, lebih dari 2.000 kilometer ke utara, dan 46 di provinsi timur Shandong.

Dalam laporan tahunan kepada badan legislatif nasional akhir pekan lalu, Perdana Menteri China Li Keqiang mengatakan, negara itu perlu terus-menerus memperbaiki penahanan epidemi. Namun, dia tidak memberikan indikasi bahwa Beijing mungkin akan mengurangi strategi 'zero toleransi'.

Li menyerukan percepatan pengembangan vaksin dan memperkuat pengaturan epidemi di kota-kota tempat pengunjung dan barang tiba dari luar negeri.

Aturan 'Zero Toleransi' membutuhkan setiap orang melakukan karantina dan penguncian di seluruh komunitas dan kadang-kadang bahkan kota-kota walau hanya segelintir kasus yang terdeteksi. Pejabat China memuji pendekatan itu sebagai upaya membantu mencegah wabah besar nasional, meski para kritikus mengatakan tindakan itu membuat korban besar pada ekonomi dan mencegah populasi membangun kekebalan alami.

Salah satu bidang yang masih merasakan dampak ketatnya pengendalian Covid-19 adalah bidang keagamaan. Gereja Katolik paling terkenal di Beijing, kuil Buddha, dan masjid menyatakan pada akhir pekan bahwa mereka telah diperintahkan ditutup pada Januari tanpa tahu bisa beroperasi kembali.

Bahkan sebelum pandemi, lembaga-lembaga semacam itu berada di bawah tekanan berat dari otoritas Komunis untuk menindaklanjuti tuntutan dari pemimpin Xi Jinping. Pemerintahan Xi memerintahkan agar semua pusat keagamaan dibersihkan dari pengaruh luar, termasuk penampilan fisik tempat-tempat ibadah.

sumber : AP
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler