Invasi Rusia ke Ukraina dan Standar Ganda di Pentas Sepak Bola

Standar ganda FIFA kian terasa jika menilik sanksi serupa pada negara lain.

AP
Logo Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA). FIFA menerapkan standar ganda saat menjatuhkan sanksi pada Rusia yang menginvasi Ukraina.
Rep: Reja Irfa Widodo Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Polemik yang muncul terkait unggahan Arsenal di media sosial (medsos) menjadi wujud teranyar sikap standar ganda yang tersaji di pentas sepak bola, terutama terkait isu-isu politik. Unggahan Arsenal yang mendukung Ukraina usai invasi militer Rusia ke negara tersebut berbeda dengan sikap the Gunners pada 2019 silam.

Pada saat itu, Arsenal telah menegaskan sikapnya untuk tidak terlibat dalam urusan politik usai pernyataan mantan gelandang the Gunners, Mesut Oezil, yang menyuarakan dukungan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang, Cina.

Kendati begitu, standar ganda ini ternyata tidak hanya ditunjukkan oleh Arsenal. Bahkan, badan otoritas sepak bola internasional, FIFA, juga menunjukkan sikap serupa. Pun, dengan sikap dari Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) dalam merespons invasi militer Rusia ke Ukraina.

FIFA dan UEFA memang langsung bergerak cepat. Kurang dari sepekan setelah Rusia melakukan invasi militer ke Ukraina, FIFA dan UEFA menjatuhkan sanksi buat Rusia dan klub-klub asal Rusia, awal pekan lalu.

FIFA melarang Rusia berpartisipasi di turnamen internasional, termasuk tampil di babak play-off penyisihan Piala Dunia 2022 zona Eropa. Dengan begitu, Rusia kemungkinan besar akan absen di putaran final Piala Dunia 2022.

Sanksi ini juga sejalan dengan keputusan UEFA, yang melarang klub-klub asal Rusia berkiprah di kompetisi Eropa. Sanksi ini dijatuhkan kepada Rusia hingga batas waktu yang belum ditentukan.

Berbeda saat merespons invasi Rusia ke Ukraina, FIFA dan UEFA justru begitu lamban atau bahkan bergeming saat dituntut untuk memberikan sanksi kepada Israel, yang melakukan okupasi di wilayah Palestina. Kekerasan yang dilakukan oleh Israel terhadap warga Palestina yang telah terjadi selama lebih dari 70 tahun tidak kunjung membuat FIFA dan UEFA memberikan sanksi kepada Israel.

''Sanksi terhadap Rusia dan klub-klub asal Rusia berpartisipasi di semua kompetisi seharusnya juga diikuti dengan sanksi terhadap Israel dan tim-tim asal Israel. Mereka telah membunuh warga, termasuk wanita dan anak-anak, dan menduduki wilayah Palestina selama bertahun-tahun. Namun, FIFA menerapkan standar ganda,'' kata mantan pemain timnas Mesir, Mohamed Aboutrika, seperti dikutip Dohanews, awal pekan ini.

Keputusan FIFA dan UEFA ini memunculkan kembali perdebatan soal keterlibatan ataupun penyebaran pesan-pesan politik dalam sepak bola. Sebelumnya, FIFA lewat berbagai aturan telah melarang adanya slogan ataupun pesan-pesan politik di pertandingan si kulit bundar.

Namun, untuk isu invasi Rusia ke Ukraina, FIFA memilih jalan berbeda. Tidak tanggung-tanggung, FIFA ataupun otoritas penyelenggara kompetisi akan menjatuhkan sanksi buat pemain ataupun pihak-pihak yang menunjukkan slogan politik di sebuah pertandingan sepak bola.

Baca Juga


Hal ini yang sempat menimpa Aboutrika pada 2008. Saat itu, Aboutrika menunjukan kaos bertuliskan ''Sympathy for Gaza'' usai mencetak gol ke gawang Sudan di pentas Piala Afrika. Aboutrika melakukan protes terkait blokade yang dilakukan Israel di Jalur Gaza. Aboutrika mendapatkan kartu kuning dan sempat mendapatkan teguran dari Federasi Sepak Bola Afrika (CAF).

Kondisi serupa juga menimpa penyerang timnas Mali, Federic Kanoute, pada 2009 silam. Kanoute, yang saat itu memperkuat Sevilla, harus membayar sanksi sebesar empat ribu dolar AS lantaran menunjukkan kaos bertuliskan ''Palestina'' usai mencetak gol ke gawang Deportivo La Coruna di pentas Copa del Rey. Aksi ini menjadi bentuk solidaritas Kanoute terhadap warga Palestina sekaligus bentuk protes terhadap langkah Israel melakukan blokade di Jalur Gaza.

Sikap standar ganda FIFA ini kian terasa apabila menilik sanksi serupa yang pernah dijatuhkan FIFA kepada sebuah negara lantaran alasan politik. FIFA pernah menjatuhkan sanksi terhadap Yugoslavia pada 1992 karena adanya perang sipil di negara tersebut.

Selain itu, FIFA juga pernah menjatuhkan sanksi kepada Afrika Selatan pada 1961 sebagai bentuk tekanan terhadap Afrika Selatan untuk menghapus sistem apartheid. Namun, berbeda saat menjatuhkan sanksi kepada Rusia, FIFA memiliki dasar yang cukup kuat saat menjatuhkan sanksi terhadap Yugoslavia dan Afrika Selatan.

FIFA menjatuhkan sanksi tersebut berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB. Sementara pada saat ini, PBB diketahui belum mengeluarkan resolusi apapun terkait invasi Rusia ke Ukraina.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler