Tersangka Penambangan Nikel Ilegal di Sultra Terancam Denda Rp 10 Miliar 

Tersangka penambangan nikel ilegal terancam penjara 15 tahun dan denda Rp 10 miliar.

Antara/Indrianto Eko Suwarso
Pria berinisial RMY (27 tahun) yang merupakan direktur PT. James & Armando Pundimas ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penambangan nikel ilegal di Sulawesi Tenggara (Sultra). Foto:Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani (tengah)
Rep: Febryan. A, Antara Red: Ratna Puspita

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pria berinisial RMY (27 tahun) yang merupakan direktur PT. James & Armando Pundimas ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penambangan nikel ilegal di Sulawesi Tenggara (Sultra). Dia terancam dihukum penjara 15 tahun dan denda Rp 10 miliar. 

Baca Juga


Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan, RMY disangkakan melanggar sejumlah pasal terkait hutan serta pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan sebagaimana termaktub dalam UU 11/20 tentang Cipta Kerja. RMY juga disangkakan melanggar pasal 55 KUHP. 

"RMY diancam hukuman penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar," kata Rasio dalam siaran persnya, Kamis (10/3/2022). 

Rasio mengatakan, penyidik Balai Gakkum KLHK Sulawesi menetapkan RMY sebagai tersangka pada 14 Februari 2022. Kemudian, penyidik menyerahkan RMY ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, kemarin. Penyidik juga menyerahkan barang bukti kasus ini berupa tiga unit ekskavator dan tiga unit dump truck. 

Rasio menjelaskan, pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat terkait aktivitas penambangan ilegal oleh perusahaan yang dipimpin RMY di Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia, Kabupaten Konawe Utara, Sultra. Tim Balai Gakkum KLHK bersama Polda Sultra lantas mendatangi lokasi tersebut. 

Rasio mengatakan, penyidik langsung memeriksa para pengawas, operator dan sopir di lokasi penambangan itu. Hasilnya, penyidik menemukan penambangan oleh PT James & Armando Pundimas itu ilegal karena tidak memiliki izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan perizinan lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 

Atas pengungkapan kasus ini, Rasio meminta RMY dihukum seberat-beratnya. "Siapa pun yang terlibat tindak pidana kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan tentu harus kita tindak, karena kami bersama-sama dengan kejaksaan, kepolisian, dan juga instansi pemerintah lainnya," katanya.

Sebab, penambangan ilegal tidak hanya merusak kawasan hutan dan lingkungan hidup, tapi juga merugikan negara serta mengancam keselamatan masyarakat akibat bencana ekologis. 

"Negara kehilangan pendapatan termasuk juga berpotensi menimbulkan bencana ekologis yang bisa membahayakan kehidupan masyarakat," ujar dia.

Karena itu, dia menegaskan, siapa pun yang melakukan kejahatan tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan harus dihukum seberat-beratnya. "Semua orang di mata hukum sama, jadi kami akan melakukan penegakan hukum secara serius," ujar dia.

Selain itu, Rasio meminta penyidik untuk terus mengembangkan kasus ini untuk menjerat pihak-pihak lain yang mungkin terlibat. Rasio juga meminta penyidik bekerja sama dengan PPATK untuk mengetahui aliran dananya sehingga bisa dijerat dengan tindak pidana pencucian uang.  

"Kejahatan pertambangan ilegal, termasuk nikel merupakan kejahatan luar biasa, terorganisir, pasti banyak pihak lainnya yang terlibat, termasuk pihak-pihak yang mendanai dan membeli hasil tambang ilegal," ujarnya.

Hingga saat ini KLHK telah membawa 1203 kasus kejahatan lingkungan dan kehutanan ke pengadilan, serta melakukan 1783 operasi pemulihan keamanan kawasan hutan dan lingkungan. "Kami tidak akan berhenti melakukan penindakan terhadap kegiatan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan karena kami diperintahkan untuk melakukan tindakan ini demi komitmen pemerintah," kata Rasio.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler