Petani di Mimika Keluhkan Kelangkaan Pupuk dan Harganya yang Meroket
Petani di Mimiki mengaku kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi
REPUBLIKA.CO.ID, TIMIKA— Para petani sayur dan buah di Kabupaten Mimika, Papua, mengeluhkan harga pupuk yang meningkat drastis hanya dalam kurun waktu beberapa bulan belakangan.
Samin, salah satu petani sayur dan buah di Jalur 7, Kelurahan Wonosari Jaya SP4 Timika, Sabtu (12/3/2022), mengatakan kenaikan harga pupuk terjadi hanya dalam waktu beberapa bulan.
Pupuk yang dibeli Samin dan rekan-rekan kelompok taninya merupakan pupuk non subsidi.
Sementara untuk pupuk bersubsidi, Samin dan rekan-rekannya hanya menerima jatah satu karung pupuk Ponska, satu karung Urea dan satu karung pupuk organik.
"Harga pupuk non subsidi yang dijual para distributor di Timika sangat mahal. Empat bulan lalu harga pupuk NPK Rp575.000 per karung (isi 50 kilogram) kalau beli dalam jumlah banyak, tapi eceran satu karung Rp600 ribu. Sekarang harga pupuk NPK kalau beli banyak Rp800 ribu per karung, sedangkan kalau beli eceran satu karung Rp820.000," tutur Samin.
Kenaikan harga pupuk yang sangat drastis itu membuat para petani dilematis untuk melanjutkan usaha penanaman sayur dan buah, sebab di sisi lain harga sayur dan buah tidak mengalami kenaikan.
Menyikapi hal itu, Samin dan rekan-rekannya mengharapkan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortikultura Mimika berjuang untuk menambah kuota pupuk bersubsidi ke wilayah itu untuk membantu para petani setempat.
Samin sendiri sudah 16 tahun bekerja sebagai petani sayur dan buah di Timika. Dia menanam tanaman sayur dan buah pada lahan seluas 12 hektare.
Untuk menyuburkan tanaman sayur dan buah di lahannya tersebut, Samin membutuhkan sekitar satu hingga dua ton pupuk untuk kebutuhan selama empat bulan.
Selain pupuk yang mengalami kenaikan harga, para petani juga menyebut pestisida dan bibit tanaman juga mengalami kenaikan harga.
Petani lainnya, Bambang juga mengeluhkan hal serupa. Bambang yang mengelola tanaman sayur dan buah di Jalan Budi Utomo Timika mengatakan sejak lima tahun lalu para petani di Timika kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi sehingga terpaksa beralih pada pupuk non subsidi meskipun dengan harga yang sangat mahal.
"Kami berharap ke depan kuota pupuk bersubsidi bisa ditambah karena harga pupuk non subsidi semakin mahal, dan itu menyusahkan kami petani di Mimika," kata Bambang.