Iran Kecam Eksekusi Saudi Setelah Tunda Pembicaraan
Iran mengatakan eksekusi Saudi melanggar hak asasi manusia dan hukum internasional.
REPUBlIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran mengecam keras eksekusi massal terpidana mati di Arab Saudi selama akhir pekan dan menyebut langkah itu melanggar "prinsip-prinsip dasar hak asasi manusia dan hukum internasional."
Dalam sebuah pernyataan Ahad malam, juru bicara Kementerian Luar Negeri Saeed Khatibzadeh mengatakan eksekusi massal pada Sabtu oleh otoritas Saudi terhadap 81 pria yang dilaporkan dihukum karena terorisme dan kejahatan berat dilakukan "tanpa melalui proses peradilan yang adil."
Arab Saudi mengumumkan eksekusi 81 orang -- eksekusi massal terbesar dalam sejarah negara itu -- yang dituduh melakukan kejahatan termasuk pembunuhan, pemerkosaan, penyelundupan senjata dan hubungan dengan kelompok teroris.
Sebagian besar dari mereka adalah warga negara Saudi, dan lebih dari setengahnya milik komunitas Syiah, menurut laporan. Khatibzadeh mengatakan eksekusi dan kekerasan bukanlah solusi untuk krisis yang dibuat oleh Saudi sendiri." Dia menuduh pemerintah Saudi "menutupi kekacauan politik dan peradilan" dan "menindas rakyat."
Pernyataan itu muncul beberapa jam setelah Iran menangguhkan sementara putaran kelima pembicaraan untuk mengatakasi ketegangan dengan Arab Saudi yang ditengahi oleh Irak. Dialog berencna kembali digelar pada Rabu setelah jeda panjang. Meskipun tidak menyebutkan alasan apa pun untuk keputusan sepihak tersebut, pengamat percaya bahwa eksekusi tersebut bisa menjadi pemicu.
Hubungan dua negara tetangga itu retak sejak Januari 2016 menyusul serangan terhadap dua misi diplomatik Saudi di kota Teheran dan Mashhad yang dipicu oleh eksekusi ulama dan aktivis Syiah terkemuka Sheikh Baqir Nimr al-Nimr di Arab Saudi.
Upaya memperbaiki hubungan dimulai pada April tahun lalu, dengan empat putaran pembicaraan berlangsung sejauh ini yang ditengahi Baghdad.
Sebelumnya, suah serangan terjadi pada fasilitas Israel di kota Erbil Irak di mana Korps Pengawal Revolusi Islam Iran (IRGC) mengklaim bertanggung jawab. Menurut pengamat, situasi ini juga bisa menyebabkan penangguhan pembicaraan.