Taruna Akui Masih Ada Kekerasan Senior Terhadap Junior di PIP
Saksi mengakui kelima terdakwa melakukan pemukulan terhadap korban.
REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG--Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang, Jawa Tengah, mengaku praktik kekerasan dalam pembinaan fisik oleh senior terhadap juniornya masih terjadi. Meskipun kekerasan fisik ini dilakukan di luar lingkungan kampus tersebut.
Taruna PIP Semarang Fathul Muin membenarkan adanya tradisi pembinaan fisik dalam bentuk kekerasan dari senior terhadap junior. Ia mengakui hal itu saat dimintai keterangan dalam sidang kasus tewasnya taruna Zidan Muhammad Faza setelah dianiaya lima seniornya di Pengadilan Negeri Semarang, Rabu (16/3/2022).
"Tidak hanya sekali. Tidak pernah dilaporkan ke PIP," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Arkanu, Rabu (16/3/2022).
Meski demikian, lanjut dia, pendisiplinan dengan kekerasan fisik tersebut oleh oknum taruna senior, bukan seluruhnya. "Pembinaan ini juga bukan merupakan balas dendam dari senior kepada juniornya," tambahnya.
Fathul juga mengaku tidak pernah melaporkan tindak kekerasan itu kepada pihak kampus. Kesaksian serupa juga disampaikan taruna Alfarez Arif Budiman yang juga menjadi saksi dalam perkara tersebut. Menurut dia, pemukulan senior terhadap junior tidak dilakukan dalam kondisi emosi.
Ia juga menyebut pihak sekolah sudah berupaya mengantisipasi tindak kekerasan di luar lingkungan kampus, misalnya dengan melakukan sidak secara berkala ke mes atau asrama para siswa. Berkaitan dengan kematian Zidan Muhammad Faza, para saksi juga mengakui kelima terdakwa dalam perkara ini melakukan pemukulan terhadap korban.
Selain itu, kelima pelaku juga sempat membawa korban ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan meski akhirnya meninggal dunia. Sebelumnya, lima taruna PIP Semarang didakwa menganiaya hingga tewas Zidan Muhammad Faza, taruna junior mereka di lembaga pendidikan milik pemerintah itu. Kelima terdakwa, masing-masing Caecar Richardo Bintang Samudra Tampubolon, Aris Riyanto, Andre Arsprilla Arief, Albert Jonathan Ompusungu, dan Budi Dharmawan.