Hong Kong Mulai Gunakan Paxlovid untuk Pasien Covid-19
Molnupiravir dan obat Covid-19 lainnya diperkirakan tiba di Hong Kong bulan depan.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Beberapa rumah sakit di Hong Kong sudah mulai menggunakan obat Paxlovid untuk merawat pasien COVID-19 sebagai upaya menurunkan tingkat kematian. Sementara Molnupiravir, obat COVID-19 lainnya, diperkirakan baru akan tiba di Hong Kong pada bulan depan.
"Kedua obat tersebut bisa digunakan untuk merawat pasien bergejala ringan yang tidak membutuhkan bantuan oksigen," demikian Direktur Medis Pusat Penyakit Menular Hong Kong, Owen Tsang Tak-yin, dikutip media resmi China, Kamis (17/3/2022).
Pada Selasa (15/3/2022) otoritas kesehatan Hong Kong melaporkan 29.272 kasus positif dengan 289 kematian. Pada gelombang terbaru kasus COVID-19, Hong Kong melaporkan 962.851 kasus positif dengan angka kematian 4.364 kasus atau 0,48 persen. Kasus kematian di Hong Kong telah melampaui jumlah kasus kematian di Wuhan, Provinsi Hubei, China, selama wabah COVID-19 merebak sejak awal 2020.
Kedua obat oral, Paxlovid dan Molnupiravir, tersebut bisa digunakan untuk pasien lanjut usia, terutama pasien berusia 70 tahun ke atas, yang belum pernah divaksin dan memiliki penyakit kronis. Pemberian obat ini diharapkan bisa menurunkan tingkat kematian, demikian Leung Chi-chiu, pakar penyakit saluran pernapasan Hong Kong.
Sebelumnya, pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan bahwa tidak ada rencana untuk memperketat pembatasan jarak sosial COVID-19. Pasalnya, otoritas berjuang menekan wabah yang semakin parah yang membuat beban sistem kesehatan dan kematian meningkat.
Lam mengatakan, ada batasan untuk pengetatan lebih lanjut, ketika pusat bisnis global itu telah memberlakukan pembatasan paling ketat sejak strategi COVID-19 dimulai pada 2020. Pertemuan lebih dari dua orang dilarang, sebagian besar tempat seperti sekolah tutup dan kewajiban memakai masker masih berlaku di mana pun, bahkan di luar ruangan.
"Pemerintah harus sangat hati-hati sebelum memperketat aturan jaga jarak sosial lebih lanjut dengan harus mempertimbangkan kesehatan mental warga negara," katanya saat jumpa pers, mengutip reuters.
Pekan lalu Lam mengatakan bahwa pemerintah tidak memberikan kurun waktu untuk kemungkinan tes COVID wajib massal bagi 7,4 juta warga Hong Kong. Otoritas melaporkan lebih dari 700.000 kasus dan 4.000 kematian COVID, yang mayoritas dilaporkan dalam tiga pekan terakhir.